Frensia.id – Presiden pertama indonesia Soekarno alias akrab dengan sapaanya Bung Karno, kembali viral diklaim sebagai Imam Mahdi.
Meskipun hal tersebut merupakan sejarah lama, namun beberapa akun sosial media tetap mengabadikan sosok Bung Karno.
Dilansir dari postingan akun X (Twitter) @neohistoria_id, media pengkaji sejarah ini kembali mengangkat kebesaran Bung Karno yang sempat diklaim sebagai Imam Mahdi.
“Ketika Sukarno diklaim sebagai Imam Mahdi (sebuah utas singkat),” keterangan postingan akun X @neohistori_id pada 17 Maret 2024.
Bahkan Syeh Hadji Djaluludiin ulama Islam yang tersohor pada zamannya, sempat memberikan nama jamaah tarekatnya dengan nama Bung Karno, yakni “Thariqah Sukarnowiyah”
Syeh Hadji sendiri adalah sosok anggota Persatuan Tarbiyah Islamiah (PERTI).
Namun karena beberapa ulama Minangkabau seperti Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli menentang tulisannya, Syeh Hadji akhirnya keluar.
Usai keluar, beliau kemudian mendirikan Partai Persatuan Tarikat Islam (PPTI).
Perselisihan antar PPTI dengan PERTI semakin memanas, hingga pada saat Muktamar Dewan Tarekat PERTI mengeluarkan fatwa haram untuk membaca tulisan-tulisan PPTI pada tahun 1954.
Setelah perselisihan itu, Syeh Hadji kemudian terpilih sebagai anggota DPR pada pemilu 1955.
Pengaruh PPTI sontak menguat karena kedekatan Syeh Hadji dengan Soekarno.
Keakraban tersebut kemudian membuat Syeh Hadji semakin mengerti kepribadian Bung Karno, lalu ia pun memanggilnya sebagai “Bung Besar” karena beberapa sifatnya mirip Imam Mahdi.
Dalam suatu hadist dikatakan bahwa salah satu ciri Imam Mahdi memiliki tahi lalat di pipi. Kebetulan Bung karno juga memilikinya.
Selain itu, perenungan Bung Karno saat berada di Lapas Sukamiskin, sifat religus, serta caranya dalam berpolitik banyak dicocokan dengan Imam Mahdi pada beberapa tulisan terbitan PPTI.
Namun, kejanggalan mulai muncul saat Bung Karno wafat. Syeh Hadji tiba-tiba merapatkan diri ke rezim Orde Baru.
Bahkan PPTI merupakan salah satu ormas pertama yang masuk dalam barisan Sekber Golkar.
Partai ini kemudian kehilangan taringnya di punlik pasca wafatnya Syeh Hadji pada 1976. (*)