Frensia.Id/24/01/2024. KH Bahauddin Nur Salim yang umum dipanggil Gus Baha’ adalah salah satu ulama masyhur di Indonesia yang juga memberikan penjelasan tentang politik. Baru-baru ini bereder video dalam platform Media Sosial Instagram di akun @ngajigusbaha4. Dalam video ia menjelaskan tentang bagaimana cara memilih calon presiden.
Menurutnya, ulama’ dan intelektual berbeda dalam menentukan pilahan presidennya. Perbedaanya terletak pada nalar pertanyaan dasarnya. “Mungkin para intelektual tidak merasa, tapi ulama’ cara berpikir berbeda”, tutur dalam video tersebut.
Bagi intelektual untuk memilih presiden cukup dengan alasan jejak rekam baiknya. Capres A misalnya memiliki rekam jejak pernah sukses dalam menjabat. Maka, masuk akal ketiga dipilih, sebab nantinya akan dapat mensejahterakan.
Namun, bagi para ulama’ tidak akan berpikir demikian. Rekam jejak bukan menjadi standar menentukan pilihan calon presiden. Para ulama’ juga tidak menggantungkan takdir kesejahteraannya pada presiden yang juga makhluk. “kau tak pernah terusik pertanyaan itu kan, para intelektual?”, katanya sambil tersenyum.
Bagi para ulama’, kata Gus Baha’, Rekam jejak itu bisa berubah-rubah. Orang yang dahulunya fasik bisa saja di masa depan akan baik. Sebaliknya, yang dulu baik, bisa saja nanti akan berubah buruk dan merusak negara. Ia bertutur, “bagaimana mungkin makhluk yang sholah kamu pastikan selalu sholah?, wong dia pasti berubah”.
Akhirnya, karena manusia cenderung berubah-ubah, para ulama’ sikapnya selalu tidak jelas. Ia mengaku dirinya masuk sebagai ulama’ yang tidak jelas. Saat ditanya, ia akan memilih siapa calon presiden? ia jawab, “anut pangeran” (ikut Tuhan).