Frensia.id – Penetapan awal bulan Qomariah dalam kalender Hijriah antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sering berbeda dalam setiap tahunnya. Perbedaan ini disebabkan karena metode yang digunakan oleh dua organisasi masyarakat (ormas) Islam juga berbeda.
Perbedaan antara NU dan Muhammadiyah tampak jelas pada metode hisab dan rukyat dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Sementara di bulan Qomariyah lain perbedaannya tidak terlalu signifikan.
Sehingga tidak heran kalau dua ormas besar ini seringkali dianggap sebagai simbol perbedaan dalam hisab dan rukyat oleh beberapa kalangan, bahkan perpecahan umat Islam di Indonesia.
Hal Ini sebagaimana disertasi yang ditulis oleh Susiknan Azhari saat memperoleh gelar doktor di UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2006.
Dalam disertasinya, Azhari menanalisis dinamika hubungan NU dan Muhammadiyah dibalik perbedaan metode hisab dan rukyat dalam meformulasi kalender Hijriyah.
Selain itu, peneletian ini juga menganalisis faktor yang mempengaruhi hubungan menggunakan teori yang dikembangkan dikembangkan oleh Ian G. Barbour. Berikut salah satu faktor hubungan NU dan Muhammadiyah yang dianalisisnya.
Konflik Pertentangan
Hubungan NU dan Muhammadiyah pernah diwarnai konflik yang dipicu oleh persoalan politik dan perbedaan cara pandang keagamaan baik secara doktrin agama maupun sumber hukum.
NU berpandangan dalam beragama harus melalui sanad yang jelas atau melalui pendekatan mazhab agar diperoleh kepastian hukum. Sementara Muhammadiyah berpandangan bahwa wahyu dan akal harus berjalan beriringan.
Sehingga dari pandangan tersebut mempengaruhi cara atau metode dalam menetapkan awal bulan Ramadhan. Nu menggunakan cara Rukyatul Hilal, Muhammadiyah lebih condong pada Hisab wujudul hilal sejak tahun 1938. konflik Sehingga memungkinkan terjadi konflik apabila metodologi berubah menjadi ideologi.
Demikianlah jawaban atas dinamika hubungan antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dari perbedaan dalam menentukan awal bulan Qomariyah.