Frensia.id – Doa kemerdekaan pada upacara HUT ke 79 Republik Indonesia yang pertama kalinya digelar di Ibu Kota Negara Nusantara, kalimantan Timur, menjadi salah satu rangkain yang menyita perhatian publik. Pembacaan doa dalam moment peringatan detik-detik proklamasi tersebut dipimpin oleh Menteri Agama.
Doa yang dipanjatkan Menteri Agama agak cukup panjang, tersusun dengan indah dan lebih bagusnya sangat relevan dengan kondisi Indonesia. Dari doa yang dipanjatkan pada HUT tahun ini terdapat harapan dan permohonan yang menarik. Penggalan doa itu berisi harapan terbebasnya penjajahan dari bangsa sendiri oleh nafsu dan kedengkian, cukup Allah yang “menjajah” Indonesia.
Beratus tahun sudah kami dijajah oleh bangsa asing, dan kini setelah merasa merdeka kami mulai dijajah nafsu dan kedengkian kami Sendiri. Ya Allah Ya Tuhan kami, jajahlah kami oleh MU sendiri. Jangan biarkan selain MU termasuk diri kami ikut menjajah kami. Jangan biarkan kami terus menjadi hamba-hamba MU yang tidak menyadari kehambaan. Kuatkanlah kami untuk hanya menghamba kepada MU dan menjadi tuan atas diri kami sendiri. Kata Menteri Agama dalam doanya
Penggalan doa yang dibacakan oleh Menteri Agama tersebut, ia panjatkan setelah memohon kepada Allah agar bangsa Indonesia diberikan ilham untuk menyadari dengan benar rahmat agung kenikmatan kemerdekaan. Ia meminta agar bangsa Indonesia dan pemimpin-pemimpinya diberikan memahami arti kemerdekaan yang hakiki.
Kemudian dalam doanya, Menteri Agama melanjutkan munajatnya bahwa bangsa Indonesia telah mengalami penjajahan fisik oleh bangsa asing selama bertahun-tahun. Namun, setelah merdeka muncul tantangan baru, Indonesia justru dijajah bangsanya sendiri.
“Beratus tahun sudah kami dijajah oleh bangsa asing dan kini setelah merasa merdeka”, doa ini menggambarkan sejarah panjang Indonesia yang pernah dijajah oleh berbagai bangsa asing. Setelah melalui perjuangan yang panjang, bangsa Indonesia akhirnya mencapai kemerdekaan.
Setelah merdeka dari penjajahan fisik oleh bangsa asing, doa ini mengakui Indonesia sekarang dihadapkan dengan penjajahan lain, yakni penjajahan dari dalam diri sendiri seperti nafsu dan kedengkian, egoisme serta berbagai sifat buruk manusia.
“Kini setelah merasa merdeka, kami mulai dijajah nafsu dan kedengkian kami sendiri.” Doa ini menggambarkan kekhawatiran meskipun Indonesia telah mencapai kemerdekaan dari penjajahan fisik, bangsa ini masih menghadapi tantangan lain yang tak kalah berat, yaitu sedang dijajah oleh bangsanya sendiri.
Maksud dari doa ini untuk memohon petunjuk dari Allah agar rakyat Indonesia –utamanya para pemimpinnya– mampu mengendalikan diri dari dorongan nafsu dan kedengkian. Sifat buruk yang tidak hanya menggerogoti kemanjuan dan kesejahteraan Indonesia, tetapi juga jauh dari merdeka yang hakiki.
Penjajahan manusia atas manusia selamanya tidak dibenarkan, terlebih telah memproklamirkan kemerdekaannya. Hanya Tuhan yang boleh mengendalikan, mengatur, berkuasa atau bahasa ekstrimnya ‘menjajah’ manusia, termasuk bangsa Indonesia. Permohonan agar hanya Allah yang memiliki kuasa atas bangsa ini.
“Ya Allah, jajahlah kami oleh-Mu sendiri”. Dengan sadar akan kelemahan diri sendiri”, doa ini adalah sebuah permohonan kepada Allah agar Dia-lah yang “menjajah” atau menguasai hati dan pikiran, sehingga tidak ada selain Allah, termasuk diri sendiri, yang bisa mengatur.
Doa ini sebagai permohonan agar hanya Tuhan yang memiliki kekuasaan atas bangsa ini. Makna sederhananya, biarlah hanya nilai-nilai ilahi seperti keadilan, kasih sayang, dan kebijaksanaan yang membimbing dan mengatur kehidupan bangsa ini, bukan dorongan negatif dari dalam diri manusia.
“Jangan biarkan selain-Mu termasuk diri kami ikut menjajah kami”. Mengafirmasi keinginan agar bangsa ini tidak dijajah oleh ego, nafsu, atau dorongan negatif manusia. Permohonan ini untuk menjaga bangsa ini dari pengaruh buruk yang berasal dari mana pun, baik dari luar terlebih dari dalam diri sendiri. Tertuang ajakan dan harapan menanggalkan segala keinginan yang menguntungkan pribadi, tak ubahnya sikap penjajah.
Doa kemerdekaan yang dipanjatkan pada HUT RI ke 79 tidak hanya diaminkan menjadi seruan moral, mengajak semua orang khususnya para pemimpin, untuk lebih sadar akan tanggungjawab terhadap bangsa. Menjauhi nafsu, kedengkian dan menyadari kehambaanya sehingga semua permintaan pada akhirnya benar-benar terwujud. Tidak hanya menjadi teks ‘mati’ yang indah dibaca, namun juga menginspirasi tindakan nyata untuk nusantara baru Indonesia baru.(*)
*Moh. Wasik