Frensia.id- NU Online, sebagai media resmi Nahdlatul Ulama, memiliki program prmbuatan film serial dokumenter. Tema besar yang diangkat adalah “Kisah Para Pendakwah“. Kisah yang pertama diangakat kissh perjalanan dakwah KH. Mustofa Bisri (Gus Mus).
Film tentang Gus Mus ini telah tayang pada Rabu, 12 Maret 2024, kemarin di kanal YouTube resmi NU Online. Serial ini dimulai dengan episode yang berjudul”Gus Mus: Prinsip & Hakikat Dakwah“.
Program ini ditunggu banyak pihak dan bahkan telah dikaji di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Salah satu pakar yang komentar adalah Paulus Heru Wibowo Kurniawan
Ia yang merupakan seorang pengamat film dari Kampus tersebut, memberikan pandangannya terhadap serial dokumenter ini. Ia menghadiri acara pemutaran film dan talkshow “Mengenal Dakwah Pesantren” yang diselenggarakan secara eksklusif oleh NU Online.
Menurut pandangannya, NU Online telah berhasil memberikan edukasi yang tidak hanya berkaitan dengan agama, tetapi juga dengan kebangsaan. Dia mengapresiasi upaya NU Online dalam menyampaikan pesan bahwa Gus Mus bukan hanya milik komunitas Islam, tetapi juga merupakan warisan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
“Saya melihat bagaimana NU Online memberikan edukasi. Itu sebuah terobosan yang menarik karena NU Online tidak hanya berbicara dari sudut pandang Islam saja, tapi sudut pandang kebangsaan. Gus Mus adalah milik Indonesia bukan Islam saja“, tuturnya memuji tokoh yang diangkat dalam serial tersebut.
Paulus juga menilai bahwa serial ini memiliki pesan yang kuat dan dampak yang luar biasa, bahkan menyamakannya dengan kualitas produksi dari layanan streaming film seperti Netflix.
Pujian demi pujian ini, tentu menandakan suksesnya ide program Media utama NU ini. Kesan-kesan yang muncul dipublik sesuai rencana program ini digagas.
Direktur Utama NU Online, Hamzah Sahal, menjelaskan bahwa proses produksi serial ini berawal dari keinginan untuk mengatasi kurangnya eksposur ulama, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama, dalam format sinematik.
Hamzah menyoroti bahwa pesantren, sebagai pusat dakwah, telah lama menjadi wadah bagi dakwah, namun eksposurnya dalam bentuk sinematik masih minim.
Akhirnya, Ia menekankan bahwa pesantren tidak hanya berperan dalam dakwah dogmatis, tetapi juga dalam membentuk masyarakat madani melalui pendekatan kultural.
Pesan-pesan yang disampaikan oleh para kiai tidak hanya bersifat dogmatis, tetapi juga mendidik dan membentuk karakter masyarakat.
Hamzah mengakhiri penjelasaanya dengan menegaskan bahwa pesantren berdakwah dengan sabar dan tidak memaksakan hal-hal yang tidak substansial.
“Hal-hal yang tidak substansi tidak diajarkan di awal-awal, yang di awal diajarkan adalah membentuk masyarakat Madini“, tuturnya sebagaimana dilansir dari laman NU Online.