Frensia.id – Beliau bernama Abu Sulaiman Khalid bin Walid bin Al-Mughiroh, sosok terpandang dari keluarga terhormat dari klan Bani Makhzum. Kepakarannya di bidang ilmu tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan sahabat Nabi, semisal Abdullah bin Umar.
Tetapi kecerdasannya terletak pada kemampuannya untuk mengkordinir pasukan dan mengatur strategi perang, yang ditunjang oleh kekuatan fisik dan kepiawaian berkelahinya. Dalam sebuah riwayat, dikatakan bahwa di era jahiliyah, Khalid bin Walid pernah berkelahi dengan Umar bin Khattab. Ia berhasil memenangkan perkelahian dan kaki Umar patah.
Kredibilitas Khalid bin Walid di arena tempur dapat ditinjau pada saat perang Uhud. Pada waktu itu, Khalid belum memeluk agama Islam. Ia menjadi salah seorang panglima kafir Quraisy Mekkah yang membawahi pasukan kavaleri.
Insting perangnya menemukan celah, ketika pasukan pemanah umat Islam tergiur dengan ghanimah sehingga tidak mengindahkan petunjuk Nabi Muhammad SAW untuk tidak meninggalkan gunung Uhud dalam kondisi apapun. Akhirnya umat Islam mengalami kekalahan.
Pada waktu Khalid masuk Islam, kepiawaiannya dalam berperang selanjutnya diabdikan kepada kemaslahatan Islam. Pada saat terjadi perang Mu’tah, tiga komandan pasukan umat Islam terbunuh. Hasil kesepakatan, menunjuk Khalid untuk memimpin pasukan.
Dari perang Mu’tah tersebut Khalid bin Walid mendapatkan gelar sebagai pedang Allah yang terhunus (saefullah al-maslul).
Dalam beberapa ekspedisi Khalid selalu mendapatkan kepercayaan untuk menempati posisi terkemuka. Ia ditunjuk untuk memimpin kontingen nomaden pada saat penaklukan Mekkah, sebagai komandan dalam penumpasan nabi palsu, Musailamah Al-Kadzab, Thulaihah Al-Asadi.
Selanjutnya Khalid melanjutkan ekspedisinya dengan melakukan kampanye militer di Irak. Ia bersama sekitar 1000 pasukan tiba di perbatasan Irak Selatan pada musim semi 633 M.
Ia berbaris di tepi sungai Eufrat dan mengalami bentrokan dengan garnisun Sasania kecil yang menjaga perbatasan Irak. Beberapa bentrokan juga terjadi di beberapa daerah seperti Dzat As-salasil, Nahr Al-Mar’ah, Al-Madzar, Ullais dan di Walajah. Dua tempat terakhir berada di Al-Hirah yang menjadi kampanye militer paling signifikan.
Selanjutnya Khalid diperintahkan oleh Khalifah Abu Bakar As-Shidiq untuk meninggalkan Irak menuju Syam. Berdasarkan catatan militer sang jenderal Khalid bin Walid mendapatkan amanah sebagai komandan tertinggi umat islam membawahi komandan yang lain, seperti Amr bin Al-Ash, Yazid bin Mu’awiyah, Abu Ubaidah bin Amir Al-Jarrah dan Syurahbil bin Hasanah.
Salah satu pertempuran Khalid bin Walid yang cukup prestisius adalah perang Yarmuk yang terjadi pada musim semi tahun 636 M. kekuatan dari pihak muslim sekitar 36.000 pasukan melawan dari pihak romawi sekitar 200.000 pasukan.
Pertempuran tersebut dimenangkan oleh umat Islam dibawah komando Khalid bin Walid. Kurang lebih 120.000 tentara Romawi tewas, sedangkan korban dari pihak kaum muslimin sekitar 3000 pasukan.
Dalam karir militernya Khalid bin Walid selalu menuai prestasi yang gemilang, hingga umat Islam mempunyai kepercayaan diri bahwa pasukan yang berada dibawah kepemimpinan pedang Allah ini akan senantiasa meraih kemenangan.
Pada puncak prestasinya Khalid bin Walid dipecat oleh Khalifah Umar bin Khattab. Tergantung pada sumbernya yang menjadi alasan ia dipecat, salah satunya adalah untuk memupus ilusi umat Islam, bahwa pasukan dibawah kepemimpinan Khalid akan selalu menang. Sehingga seolah kemenagan bukan berasal dari Allah melainkan dari komandannya.
Setelah dipecat, Khalid justru tidak tumbang dan putus asa. Ia rela menjadi prajurit biasa bertempur dengan penuh keikhlasan, sekalipun tentara dan musuhnya tahu bahwa dirinya adalah seorang jenderal terbaik.
Dengan pemecatan tersebut tidak lantas menjadikannya merasa direndahkan, sebagaimana dalam sebuah percakapan, “ya Jenderal, mengapa anda masih mau berperang ? padahal anda sudah dipecat?”, Khalid bin Walid lantas menjawab, “saya berperang bukan karena jabatan, popularitas, bukan juga karena Khalifah Umar. Saya berperang karena semata-mata mencari keridhoan Allah”.
Sosok Khalid menjadi inspirasi bagi seluruh umat manusia dimana ketika ia sedang berisi penuh prestasi, justru ia bersikap low profile. Sangat berat kiranya, saat seluruh orang mengelu-elukannya sebagai Jenderal ternama ia mesti melepas atribut tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan seputar pemecatannya oleh mereka yang dulu menjadi prajuritnya merupakan godaan terberat, karena hal tersebut secara tidak langsung akan membawa suasana psikologi untuk senantiasa menuntut hak yang layak atas segala prestasinya. Akan tetapi Khalid bin Walid tidak bersiksap demikian, ia dengan ikhlas dan kerendahan hati yang penuh menyatakan bahwa segala perjuangannya dengan identitas apapun dipersembahkan untuk meraih keridhoan Allah.
Orientasi perang yang dimiliki oleh Khalid bin Walid ikhlas, lurus dan benar sehingga jawaban yang terlontar tampak ringan dan tidak ada nada-nada keberatan yang tampak manakala melihat fakta, yang seolah-olah ia direndahkan apalagi sampai manuver dan subversi terhadap Khalifah Umar bin Khattab.