Frensia.id – Novel Karya Pramoedya Ananta Toer berjudul Gadis Pantai adalah salah satu buku yang cocok dibaca untuk memperingati hari Kartini.
Novel yang menceritakan perjuangan perempuan melawan feodalisme sangat cocok dibaca dalam memperingati jasa pahlawan perempuan, yakni R.A. Kartini.
Hari Kartini selalu diperingati setiap tanggal 21 April, karena diambil dari tanggal lahir sang pahlawan perempuan. Tentu dalam merayakan hari Kartini bisa dengan berbagai macam, salah satunya dengan membaca buku atu novel tentang perjuangan perempuan.
Novel Gadis Pantai merupakan buku pertama dari trilogi yang rampung ditulis Pramoedya pada tahun 1962. Meskipun ketiga buku trilogi ini selesai ditulis oleh Pramoedya, namun hanya buku Gadis Pantai yang berhasil diterbitkan.
Adapun buku kedua dan ketiga dari trilogi ini lenyap karena vandalisme politik tahun 1965, hingga sekarang buku tersebut tidak bisa ditemukan.
Sebagai naskah pertama dari trilogi, novel Gadis Pantai berhasil diterbitkan karena naskah ini sempat diterbitan menjadi cerita bersambung dalam suratkabar pada tahun 1962 sampai tahun 1965.
Novel yang menceritakan tokoh utama yang disebut oleh Pramoedya sebagai Gadis Pantai cocok dibaca dalam memperingati hari Kartini karena novel ini mengangkat feodalisme dengan latar sebelum kemerdekaan.
Novel ini menceritakan tentang perjuangan hidup seorang gadis berumur empat belas (14) tahun dari desa pesisir pantai.
Sebagai gadis yang terlahir di daerah pesisir, kehidupan sehari-harinya tidak lepas dengan menumbuk udang dan memperbaiki jala untuk menangkap ikan.
Tukoh perempuan yang disebut dengan Gadis Pantai dalam novel ini digambarkan dengan kulit kuning langsat bertubuh kecil dan mempunyai mata yang sipit, ia dikenal dengan bunga di kampung nelayan tersebut.
Sampai suatu ketika, Bendoro dari Jepara mengutus seorang untuk menemui ayah Gadis Pantai untuk meminta anaknya dinikahkan dengan sang Bendoro. Ayah Gadis Pantai pun menyetujui pernikahan yang diminta Bendoro.
Tiba pada hari pernikahan Bendoro tidak bisa hadir, prosesi pernikahan Gadis Pantai disimboliskan dengan keris sebab ketidak-hadiran Bendoro.
Pada hari beriutnya, Gadis Panta diundang ke istana di Jepara dengan menggunakan dokar yang telah dipesan Bendoro. Gadis Pantai yang ditemani keluarganya terlihat anggun dengan menggunakan kebaya dan dihiasi kalung.
Gadis Pantai sejak saat itu tinggal di istana hidup bersama Bendoro dan mendapat gelar panggilan baru, yakni Mas Nganten. Pada awal kehidupannya tinggal di istana, Gadis Pantai selalu diselimuti rasa takut pada Bendoro.
Selama tinggal di istana, Gadis Pantai ditemani dengan pelayan paruh baya atau yang ia panggil Mbok. Gadis Pantai sangat menyayangi Mboknya.
Setiap hari Gadis Pantai selalu ditemani Mboknya dan Bendoro sibuk dengan pekerjaan diluar rumah. Sang Mbok bukan hanya menjadi pelayan, tetapi ia juga sering menceritakan beberapa dongeng pengantar tidur.
Gadis Pantai atau Mas Nganten mulai belajar berbagai macam pekerjaan seperti menyulam, merenda, menjahit, dan belajar berdandan.
Selang berjalan waktu, Gadis Pantai yang awalnya takut pada Bendoro sudah mulai mencintai Bendoro dan terkadang merindukan suaminya yang sibuk dengan pekerjaan di luar istana.
Kedekatan interaksi anatara Gadis Pantai dan Bendoro digambarkan Pramoedya dengan dialog. Terlihat dalam dialog, Gadis Pantai sangat menghormati Bendoro dan menyerahkan diri sepenuhnya pada Bendoro.
Dalam pertengahan cerita, Mbok atau pelayan yang sangat disayangi Gadis Pantai diusir dari istana karena difitnah mencuri uang. Dari sini kesedihan dan kepiluan Gadis Pantai dimulai karena ditinggal Mbok yang dicintainya.
Kesedihannya Gadis Pantai bertambah setelah hubungannya dengan Bendoro mulai merenggang. Sementara itu, diketahui bahwa Gadis Pantai tengah hamil.
Dalam masa hamilnya, Gadis Pantai merasa malu dan gellisah. Karena ia merasa tidak ada wanita yang hamil di desanya mendekam selama 3 bulan di kamarnya.
Setelah melahirkan anak perempuan, Gadis Pantai sangat bersukur dan mencintai bayinya. Meskipun kelahiran bayi tersebut tidak disambut baik oleh Bendoro.
Tidak lama dari melahirkan anaknya, Gadis Pantai diceraikan oleh Bendoro dan ia diusir dari istana. Saat diusir, Gadis Pantai sedih karena tidak diperbolehkan meninggalkan istana dengan menbawa bayinya.
Selepas di usir, Gadis Pantai malu untuk kembali ke desa tempat asalnya. Novel pun tamat dengan Gadis Pantai yang memutuskan untuk pergi ke Blora tempat tinggal Mboknya.