Quick Count Dinilai Baik Oleh Akademisi UGM, Tapi Bergantung pada Kecanggihan Teknologinya

Rabu, 27 November 2024 - 20:31 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Quick Count Dinilai Baik Oleh Akademisi UGM, Tapi Bergantung pada Kecanggihan Teknologinya (Grafis/Frensia)

Gambar Quick Count Dinilai Baik Oleh Akademisi UGM, Tapi Bergantung pada Kecanggihan Teknologinya (Grafis/Frensia)

Frensia.id-Quick Count atau hitung cepat telah menjadi andalan dalam memantau hasil pemilu secara transparan dan efisien. Namun, penelitian Mahpudin, akademisi Universitas Gadjah Mada pada 2019, mengungkap bahwa teknologi seperti Sistem Informasi Penghitungan Suara (SITUNG) tak luput dari kontroversi.

Kesalahan teknis dalam input data oleh penyelenggara pemilu menjadi celah yang memicu keraguan publik, bahkan menciptakan peluang delegitimasi hasil pemilu.

Mahpudin menyoroti bahwa di tengah era post-truth, kabar bohong dan isu negatif yang masif di media sosial memperkeruh suasana. Elite politik yang kalah sering memanfaatkan momen ini untuk memobilisasi massa dengan narasi ketidakpercayaan terhadap proses pemilu.

Baca Juga :  Ketua DPRD Jember Sebut Pembahasan P-APBD 2025 Selesai Bulan Juli

Akibatnya, kepercayaan publik terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tergerus.

Pada Pilpres 2019, misalnya, kesalahan input data Form C1 di SITUNG menjadi sorotan. Tuduhan kecurangan oleh pihak yang kalah memicu demonstrasi dan memperkuat persepsi negatif masyarakat terhadap hasil pemilu.

Politisasi isu ini menunjukkan bahwa teknologi seperti Quick Count tidak hanya soal kecanggihan, tetapi juga bergantung pada konteks sosial-politik yang melingkupinya.

Baca Juga :  Satpol PP Jember Sita 124 Botol Miras dan Ribuan Rokok Ilegal

Meski demikian, SITUNG tetap dipertahankan KPU karena dinilai mendukung transparansi dan mencegah kecurangan pemilu. Namun, Mahpudin mengingatkan, teknologi hanyalah alat.

Keberhasilannya tergantung pada kepercayaan publik. Jika teknologi justru menimbulkan masalah, dampaknya bisa kontraproduktif terhadap demokrasi elektoral.

Menurut Mahpudin, kepercayaan adalah modal penting dalam demokrasi. Teknologi pemilu harus mampu menjaga hal itu, bukan sebaliknya. Sebab itu, perbaikan dalam penerapan teknologi pemilu menjadi kunci agar demokrasi Indonesia semakin kuat.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Pemisahan Pemilu 2029: Jalan Tengah Demokrasi atau Tantangan Baru?
Berkunjung ke Puskesmas Silo, Bupati Jember Beri Bantuan dan Motivasi ke Pasien
Ngantor di Desa, Bupati Jember Bawa Beberapa Layanan ke Silo
Bupati Jember Muhammad Fawait Berikan Beasiswa Pendidikan ke Anak Guru Ngaji
Istimewa! DPC PKB Jember Gelar Sarasehan-Sosialisasi Beasiswa Pendidikan untuk Santri
Banyak Jukir yang Tidak Patuh, DPRD Minta Dishub Awasi Jalannya Parkir Gratis di Jember
Tidak Ingin Memberatkan Masyarakat, Gus Fawait Genjot PAD Tanpa Harus Menaikkan Pajak
Bukti Kekompakan Eksekutif-Legislatif: Seluruh Fraksi Dukung Raperda Wawasan Kebangsaan dan Pendidikan

Baca Lainnya

Senin, 30 Juni 2025 - 15:30 WIB

Pemisahan Pemilu 2029: Jalan Tengah Demokrasi atau Tantangan Baru?

Sabtu, 28 Juni 2025 - 14:27 WIB

Berkunjung ke Puskesmas Silo, Bupati Jember Beri Bantuan dan Motivasi ke Pasien

Sabtu, 28 Juni 2025 - 07:30 WIB

Ngantor di Desa, Bupati Jember Bawa Beberapa Layanan ke Silo

Jumat, 27 Juni 2025 - 19:00 WIB

Bupati Jember Muhammad Fawait Berikan Beasiswa Pendidikan ke Anak Guru Ngaji

Kamis, 26 Juni 2025 - 20:53 WIB

Istimewa! DPC PKB Jember Gelar Sarasehan-Sosialisasi Beasiswa Pendidikan untuk Santri

TERBARU

Kolomiah

79 Tahun Bhayangkara: Kita Butuh Polisi Pembela Kaum Lemah

Selasa, 1 Jul 2025 - 14:01 WIB