Stoikisme Ramadhan (Part 3): Berbuat Baik, Karena Kebaikan Itu Sendiri Yang Menghendakinya

Frensia.id – Dalam kerangka tujuan apa manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi ini? Jawabannya untuk beribadah atau menghamba padanya. Lalu kemudian apa tujuan Allah mengutus rasulnya (Nabi Muhammad saw) ? jawabannya untuk menyempurnakan ahklah manusia.

Sepintas dua tujuan tersebut tidak sama, namun jika dielaborasi keduanya terdapat titik kesamaan salah satunya sama-sama menghendaki kebaikan.

Berbuat baik adalah bagian dari ibadah itu sendiri, dan berbuat baik merupakan bagian dari kesempurnaan sebuah akhlak.

Bacaan Lainnya

Mengenai kebaikan bagian dari ibadah terekam dalam firman Allah Q.S al-A’raf ayat 56 “sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang berbuat baik”.

Ayat ini menegaskan orang yang berbuat baik tidak tergolong hanya ibadah. Namun memperoleh rahmat Allah saw, sebuah reward yang tidak main-main.

Dengan demikian manusia dicipta salah satunya dalam kerangka untuk berbuat kebaikan. Hal ini pula yang terdapat dalam ajaran filsafat stoik seperti ungkapan Marcus Aurelius bahwa “Kodrat manusia adalah berbuat baik, dan karena itulah kau dilahirkan.”

Dalam ajaran stoic manusia mengemban tugas Tuhan saat diciptakan agar senantiasa melakukan kebaikan. Berbuat baik adalah bagian dari akhlak mulia yang menjadi tujuan diutusnya Rasulullah bahkan Rasulullah saw sendiri adalah pribadi yang senantiasa berbuat baik.

Bukankah sering kita mendengar hadis “sebaik-baik manusia yang memberikan manfaat bagi manusia” itu bisa terwujud dengan berbuat baik bagi sesama. Ada moment dimana ketika berbuat baik, batin nurani akan merasa bahagia.

Sekalipun kaum stoic tidak melakukan kebaikan untuk membuat mereka bahagia karena hal itu cara hidup yang benar dan alami. Namun kita tidak bisa memungkiri hal itu.

KH. Muhammad Syamsul Arifin dalam kalam hikmah sebuah buku kumpulan pemikiran ulama kharismatik asal pulau garam madura tersebut, menuturkan berbuat baik tidak hanya untuk kebahagiaan di dunia yang kita peroleh tapi untuk kehidupan kelak di akhirat.

Kebaikan yang dilalukan saat ini kelak akan disaksikan oleh tangan dan kaki bahkan bumi yang dipijak memberikan kesaksian atas apa yang kita kerjakan. Karenanya teruslah dan perbanyaklah berbuat baik.

Ramadhan sarana yang tepat untuk mewujudkan — atau melatih diri berbuat– kebaikan. Pada bulan mulya ini orang berbondong berbuat kebaikan, kita saksikan misalnya pembagian takjil di perempatan lampu merah, di masjid menyedikan nasi kotak dan takjil gratis, malamnya orang tadarus tidak sepi dari makanan.

Bahkan di penghujung ramadhan atau malam 1 syawal ada kewajiban membayar zakat sebelum sholat ide dilaksanakan. Berbuat baik benar-benar digembleng pada ramadhan.

Tentu sebagai sarana, ramadhan akan berakhir namun kebaikan yang dilakukan didalamnya Terus berlanjut tidak ada limitasi akhir.

Kebaikan dan berbuat baik ini selain karena memang tujuan diciptakannya manusia. Juga tak kalah penting diingat berbuat Baik, Karena Kebaikan itu Sendiri yang Menghendakinya.