Tiga Karakter Perempuan Versi Pewayangan: Falsafah Orang Jawa Dalam Memilih Pendamping Hidup

tiga karakter perempuan

Frensia.id- Setiap daerah mempunyai cara berpikirnya masing-masing dalam melihat persoalan sekitar, entah yang berkaitan dengan sesama manusia, lingkungan, nilai sosial ataupun cara beragama. Hal tersebut disebabkan oleh tata nilai yang dikembangkan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

Termasuk di Jawa, masyarakat yang berdomisili di salah satu provinsi di Indonesia ini mempunyai keterkaitan yang kuat dan masih berpegang erat hingga hari ini dengan falsafah hidup yang bertumpu pada cerita pewayangan Ramayana dan Mahabharata.

Dua kisah legendaris tersebut, juga dijadikan standar untuk mengukur dan membaca karakter seseorang. Hal tersebut dilakukan dengan cara persamaan dan perumpamaan. Semisal seseorang yang cenderung culas dan licik akan dikategorikan sebagai Sengkuni, tamak dan rakus akan kekuasaan akan dikategorikan sebagai Dasamuka, seseorang yang bijak akan dikategorikan sebagai Ramawijaya dan sebagainya.

Bacaan Lainnya

Menariknya tidak sekedar mempersamakan dengan salah satu tokoh atau figur, orang Jawa yang masih memegang erat budaya Jawa dan benar-benar memahami karakter tersebut mampu membaca tabiat seseorang, sehingga memberikan kemudahan baginya untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan.

Ia mampu bersikap secara proposional, tahu apa yang mesti dilakukan apabila bertemu dengan karakter begawan Drona, semisal, sebagai sosok cendekiawan yang menghamba pada kekuasaan.

Begitu pula berkaitan dengan cara memilih pendamping hidup, agar kelanjutan hidup menjadi rukun dan sejahtera, maka seseorang laki-laki layak mempertimbangkan karakter perempuan yang pas untuk dirinya.

Pertama kali yang mesti diperhatikan adalah karakter diri sendiri terlebih dahulu yang menjadi acuan. Kemudian baru mempertimbangkan sosok perempuan yang bisa mendampingi dan mendukung segala sesuatu yang hendak dicapai.

Terdapat tiga macam perempuan dalam pewayangan yang bisa dijadikan tolak ukur dalam memilih pendamping hidup.

Pertama, tipe Wara Sembadra, Memiliki tingkah laku yang sopan, tutur kata yang halus, setia pada suami, menjadi sosok ideal priyayi putri Jawa.

Sosok seperti ini sangat sesuai dengan tipikal laki-laki yang mempunyai hasrat kekuasaan yang tinggi. Sebab, darinya sang suami akan memperoleh dukungan maksimal dan tidak menjadi halangan atau sesuatu yang justru merepotkan. Ia juga tidak akan ragu-ragu melakukan tirakat demi keberhasilan suaminya.

Di Indonesia karakter seperti ini dapat dilihat dari perempuan seperti Inggit Ganarsih, istri Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Ia rela bekerja untuk mencukupi kebutuhan finansial demi mendukung perjuangan suaminya dan sabar menanti saat ditahan oleh penjajah kala itu.

Kedua, tipe Larasati, memiliki pendirian yang kuat, kelembutan, mempesona ketika bicara, mampu meredakan emosi dan berkepribadian menarik hati.

Sosok seperti ini sangat sesuai dengan tipikal laki-laki yang sedang meniti karir mencapai sebuah prestasi dan titik-titik tertentu dalam karirnya. Bisa dikatakan laki-laki yang sedang berproses dalam pekerjaannya, entah sebagai pegawai atau pengusaha.

Pada sat-saat tertentu pasti mengalami suasana jenuh atau bahkan putus asa, maka ia membutuhkan penyemangat dan hiburan untuk mengembalikan kekuatan jiwanya. Hal ini dapat ditemukan pada sosok karakter Larasati.

Ketiga, Tipe Srikandi, memiliki hasrat untuk selalu di depan, sosok yang suka mengatur, penggambaran ini dapat dilihat dari sosoknya yang juga jago berperang.

Sosok seperti ini sesuai dengan tipikal laki-laki yang mempunyai keinginan untuk membangun hubungan dan jejaring yang luas dan harmonis. Dikarenakan pendamping dengan karakter Srikandi akan menjadi bayang-bayang suaminya dalam menjalin komunikasi dengan seseorang.

Pemahaman tentang tiga tipe perempuan dalam perspektif falsafah Jawa ini tidak bisa dilihat secara kaku. Karena seseorang bisa jadi mempunyai tiga karakter tersebut sekaligus, hanya saja ada salah satu yang lebih dominan. Begitu pula kondisi seorang laki-laki, kadang ia sedang mempunyai hasrat akan kekuasaan yang tinggi, kadang pula sedang meniti karir dan kadang pula sedang menjalin afiliasi. Sehingga kebtuhan akan karakter sosok pendamping juga berubah-ubah pula.