Frensia.id – Sex Pistols, band punk rock legendaris asal Inggris, sering dianggap lebih dari sekadar kelompok musik. Didirikan pada 1972 dengan nama awal The Strand, band ini awalnya terdiri dari Paul Cook (drum), Steve Jones (vokal), Wally Nightingale (gitar), Stephen Hayes (bass), dan Jim Mackin (organ).
Seiring waktu, mereka tidak hanya menjadi simbol gerakan punk, tetapi juga fenomena budaya yang mengguncang dunia.
Kehadiran mereka di kancah musik global bukan hanya tentang lagu-lagu yang penuh energi dan pemberontakan. Sex Pistols mencerminkan gejolak sosial dan budaya yang terjadi di Inggris pada era 1970-an.
Namun, di balik imej liar dan kontroversial mereka, sejumlah akademisi percaya bahwa pengaruh Sex Pistols jauh melampaui aspek musikal. Salah satu kajian penting datang dari Sangheon Lee, peneliti dari Université Gustave Eiffel, yang menyoroti elemen-elemen mendalam dari musik band ini.
Dalam penelitiannya yang diterbitkan pada 2020, Sangheon Lee menganalisis intro lagu No Feelings, salah satu karya ikonik Sex Pistols.
Ia menunjukkan bahwa meskipun permainan instrumen mereka terlihat sederhana, sebenarnya terdapat dinamika kompleks antara elemen vertikal dan horizontal dalam komposisi lagu tersebut.
Permainan gitar Steve Jones, misalnya, menciptakan struktur vertikal yang solid, sementara Glen Matlock, bassis mereka saat itu, menambahkan elemen horizontal yang menghubungkan berbagai bagian lagu. Matlock juga membawa sentuhan rockabilly era 1950-an ke dalam musik mereka, memberikan lapisan unik yang memperkaya pengalaman mendengarkan.
Namun, hubungan antara elemen-elemen ini tidak selalu stabil. Penggunaan akord mayor dan minor secara berlebihan menciptakan suara yang, menurut Lee, bisa dianggap “terang” atau “pop,” yang mungkin kurang cocok dengan karakter punk mentah yang diusung band ini.
Ketika Matlock meninggalkan band, Sex Pistols mengalami transformasi signifikan dalam pendekatan musik mereka. Proses rekaman di bawah arahan Chris Thomas dan Bill Price membawa perubahan besar.
Elemen horizontal yang sebelumnya menjadi ciri khas Matlock digantikan dengan fokus pada elemen vertikal, menciptakan apa yang dikenal sebagai “suara khas Sex Pistols.” Transformasi ini tidak hanya mengubah karakter musik mereka tetapi juga memperkuat citra mereka sebagai band yang berani, tidak kompromi, dan tetap setia pada esensi punk.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa musik Sex Pistols lebih dari sekadar pemberontakan anti-otoritas. Di balik kesederhanaan lagu-lagu mereka, terdapat kompleksitas struktural yang menggabungkan pengaruh budaya, sejarah musik, dan eksperimen kreatif.
Pandangan ini membuka perspektif baru tentang bagaimana kita memahami band ini, tidak hanya sebagai pelopor punk rock, tetapi juga sebagai entitas budaya yang terus menginspirasi.
Sex Pistols sering kali dikenal karena kontroversi yang mengelilingi mereka, mulai dari lirik provokatif hingga sikap anti-establishment yang mewarnai setiap penampilan mereka.
Namun, penelitian seperti yang dilakukan Sangheon Lee memberikan wawasan tentang dimensi lain dari band ini. Mereka tidak hanya berteriak melawan sistem, tetapi juga menunjukkan bahwa musik punk bisa menjadi medium untuk eksperimen artistik dan refleksi budaya.
Hingga kini, pengaruh Sex Pistols masih terasa kuat. Mereka telah menginspirasi generasi musisi dan menjadi simbol perjuangan melawan norma-norma yang membelenggu.
Meski perjalanan mereka singkat, warisan mereka tetap hidup, membuktikan bahwa punk adalah lebih dari sekadar genre musik—ini adalah pergerakan budaya yang membentuk cara kita melihat dunia.
Sebagai salah satu nama besar dalam sejarah musik, Sex Pistols menunjukkan bahwa esensi punk tidak hanya tentang musik keras atau lirik kontroversial, tetapi juga keberanian untuk menantang konvensi dan menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Bagi paraakademisi, karya mereka menjadi cermin bagi perubahan sosial sekaligus alat untuk mendobrak batas-batas kreativitas.