Frensia.id- Selang dua puluh tahun, Novel berjudul Parijs Van Java karya Remy Silado kembali dicetak ulang untuk yang ketiga kalinya oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama. Satu tahun selepas berpulangnya sang maestro, yakni 2023.
Sekalipun tidak sepopuler karya Pramoedya Ananta Toer, novel ini mempunyai karakter kebahasaan yang kuat, dimana menampilkan kekayaan bahasa Indonesia yang jarang ditemukan dalam karya sastra yang lain.
Sebagaimana disebutkan dalam ‘sekapur sirih’ dari redaksi. Gaya bahasa yang khas dari penulisnya tetap dipertahankan. Seperti adanya catatan kaki, penggunaan kata majemuk yang digabungkan, contoh: mejamakan. Hal ini menunjukkan kepakaran berbahasa yang dimiliki oleh penulis mendapatkan pengakuan dan menjadi kekayaan intelektualitas tersendiri.
Parijs Van Java mengambil latar cerita sekitar tahun 1920-an dengan lokasi yang berpindah-pindah mulai dari Utrecht, sebuah kota terbesar keempat di Belanda, Jogjakarta, Bandung dan Semarang. Seluruh lokasi yang bertautan dengan cerita ditarik oleh garis yang sama, yaitu era penjajahan Belanda di Indonesia.
Tokoh utama bernama Gertruida dan Rob Verschor, sepasang kekasih yang terperangkap dalam dunia persundalan. Keluguan Rob Verschor yang ingin mengadu nasib di tanah jajahan Hindia Belanda sebagai seorang pelukis ternama lewat seorang mafia bernama Rumondt justru nyaris menjadikan istrinya terjerembab ke dunia prostitusi.
Perjuangan melawan komplotan mafia dituliskan oleh Remy Silado dengan begitu lihai. Ia mampu menggambarkan suasana Bandung khususnya, sebagai latar utama cerita dengan sangat mengagumkan.
Penggambarannya mengenai antropologi Bandung era kolonial 1920-an mampu menyihir pembaca seolah diantar secara pasti lewat mesin waktu pada masa-masa tersebut.
Penulis kelahiran 1943 di Makasar ini, jelas sekali tidak pernah mencicipi kehidupan era pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi dengan kekayaan intelektual dan kekuatan karakter berbahasa yang ia miliki, lewat kata per-kata ia mampu merangkai kalimat seolah menjadi gambar bergerak dalam dunia fiksi pembaca.
Oleh karena itu, Parijs Van Java dan karya-karya Remy Silado lainnya sangat mempunyai nilai signifikansi yang tinggi untuk menunjukkan kekayaan bahasa Indonesia. Sehingga sangat diperhitungkan bagi penelaah atau peneliti bahasa dalam karya sastra.
Remy Silado yang mempunyai nama asli Yapi Panda Abdil Tambayong menghembuskan nafas terakhirnya pada 12 Desember 2022 di usianya yang ke 77 tahun.







