Jerat Kapitalisme Tambang Atas Perempuan

Kamis, 4 Juli 2024 - 05:21 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Tuhan telah membentangkan alam untuk kelestarian hidup manusia. Nikmat ini harus dijaga, merusaknya sama halnya dengan mempersiapkan kehancuran bagi eksistensi manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, manusia punya tanggungjawab moral untuk menjaga alam dengan penuh kesadaran. Apabila tidak bisa, setidaknya tidak merusaknya, itu lebih dari pada cukup.

Jika terpaksa dikelola, harus memerhatikan aspek keadilan dan Kemanusiaan. Jangan sampai sikap serakah yang kerapkali dibungkus dengan dalih pertumbuhan ekonomi dan kepentingan pembangunan nasional yang berkelanjutan mendorong untuk merubah ‘kesucian’ alam, pada akhirnya mengeksploitasi alam dengan aktivitas pertambangan.

Sedangkan aktivitas pertambangan sering kali menyebabkan kerusakan ekosistem yang kompleks, mempengaruhi keanekaragaman hayati, erosi tanah, polusi udara dan kualitas air. Ekstraksi berlebihan terhadap alam ini dengan segala konsekuensinya dianggap berdampak serius bagi manusia terutama kaum perempuan.

Dampak signifikan jerat kapitalisme di sektor tambang atas perempuan — terutama yang tinggal di sekitar wilayah pertambangan—ini, dapat dilihat berbagai aspek, mulai dari sosial, ekonomi, hingga lingkungan.

Pertama, aspek kesehatan dan linkungan. Bukan menjadi rahasia umum aktivitas ekstraksi pertambangan kerap kali menimbulkan kerusakan signifikan terhadap alam dan linkungan.

Pencemaran air dan udara misalnya, pada kondisi ini perempuan yang biasanya bertanggungjawab atas pengelolaan air dan kesehatan keluarga. Perempuan terjerat tugas tambahan seperti memastikan air bersih dan lingkungan yang sehat untuk keluarganya.

Kedua, aspek Sosial dan Budaya, kehadiran industri tambang dapat mengganggu struktur sosial dan budaya masyarakat setempat. Perempuan dapat mengalami peningkatan beban kerja domestik dan pengurangan waktu untuk kegiatan sosial dan budaya. Selain itu, migrasi pekerja tambang dari luar daerah dapat menimbulkan masalah sosial seperti kekerasan dan eksploitasi seksual.

Baca Juga :  Negara atau Rentenir? STNK Mati, Motor Ikut Pergi

Dalam laporan Isu HAM Perempuan dalam Konflik Pertambangan yang diterbitkan Komnas HAM (2019) melaporkan terjadinya pelecehan seksual bagi perempuan selama bekerja di area pertambangan atau pabrik semen.

Tidak hanya itu ada kegentingan dari perempuan dimana suami melakukan praktek prostitusi terselubung akibat dari Kehadiran karyawan pabrik semen dari luar daerah.

Ketiga, aspek Ekonomi, meskipun pertambangan sering menjanjikan pekerjaan dan peluang ekonomi, perempuan sering kali tidak mendapatkan manfaat yang setara dengan laki-laki. Pekerjaan yang tersedia di sektor tambang umumnya didominasi oleh laki-laki, dan perempuan sering kali hanya mendapatkan pekerjaan dengan upah rendah dan kondisi kerja yang buruk.

Misalnya per Agustus 2017, dilansir dari Tempo.com mengutip data dari BPS merilis jumlah pekerja perempuan disektor pertambangan sekitar 115 ribu orang, sementara laki-laki 1,28 juta orang. Pada sektor listrik, air, gas hanya ada sekitar 46 ribu pekerja perempuan dan jumlah pekerja laki-laki sekitar 347 orang.

Keempat, hak tanah dan pengungsian, Perempuan sering kali memiliki peran penting dalam pengelolaan lahan pertanian dan sumber daya alam lokal. Namun, proyek pertambangan yang besar sering kali menyebabkan penggusuran dan hilangnya akses terhadap lahan dan sumber daya ini, yang secara langsung mempengaruhi ketahanan pangan dan mata pencaharian perempuan.

Baca Juga :  Evaluasi Flyer Pemerintah di Website Media: Menimbang Maslahat dan Mafsadat dalam Komunikasi Publik

Kelima, partisipasi dan keterlibatan. Perempuan sering kali terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan proyek pertambangan. Kurangnya keterlibatan perempuan dalam negosiasi dan perencanaan proyek tambang dapat mengakibatkan kebijakan yang tidak akomodatif terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan.

Keberadaan pertambangan harus diakui memiliki sisi positif misalnya menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi negara yang cukup besar, atau manfaat yang nyata dirasakan masyarakat seperti energi yang sehari-hari dipakai terutama energi listrik yang hingga saat ini masih menggunakan batubara.

Terminasi atas pertambangan batubara ini tentu tidak mungkin. Listrik menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat, nyaris tidak ada aktivitas sosial yang tanpa menggunakan listrik. Kendati demikian, tetap tidak dibenarkan mengeksploitasi tambang tanpa memerhatikan aspek keadilan dan kemanusiaan.

Diperlukan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan dalam pengelolaan industri tambang tanpa non diskriminasi. Misalnya menghormati hak tanah dan budaya masyarakat lokal termasuk hak perempuan, meningkatkan partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan.

Selain itu memastikan akses yang setara bagi perempuan terhadap peluang ekonomi yang dihasilkan dari sektor tambang serta mengimplementasikan kebijakan lingkungan yang ketat untuk melindungi kesehatan masyarakat.

Sehingga dampak negatif kapitalisme tambang terhadap perempuan dapat diminimalisir. Syukur jika tidak terulang kembali, sehingga perempuan dapat memperoleh manfaat yang lebih adil dari kegiatan ekonomi yang dihasilkan oleh sektor tambang. (*)

*Moh. Wasik (Penggiat Filsafat Hukum dan Anggota Dar al-falasifah)

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Meluruskan Makna Kemanusiaan
Koruptor, Musuh Agama dan Kemanusiaan
Lebaran: Subjek Bebas yang Memaafkan
Lima Jawaban Elegan Untuk Pertanyaan Sensitif Saat Lebaran
Karpet Merah untuk TNI, Kuburan bagi Reformasi
Post Globalization Militarism: Kajian Interdisipliner tentang Hegemoni Ekonomi, Polarisasi Sosial, dan Tatanan Militerisme Dunia 
Negara atau Rentenir? STNK Mati, Motor Ikut Pergi
Evaluasi Flyer Pemerintah di Website Media: Menimbang Maslahat dan Mafsadat dalam Komunikasi Publik

Baca Lainnya

Jumat, 18 April 2025 - 06:34 WIB

Meluruskan Makna Kemanusiaan

Rabu, 16 April 2025 - 06:32 WIB

Koruptor, Musuh Agama dan Kemanusiaan

Rabu, 2 April 2025 - 13:20 WIB

Lebaran: Subjek Bebas yang Memaafkan

Selasa, 1 April 2025 - 08:23 WIB

Lima Jawaban Elegan Untuk Pertanyaan Sensitif Saat Lebaran

Jumat, 21 Maret 2025 - 23:34 WIB

Karpet Merah untuk TNI, Kuburan bagi Reformasi

TERBARU

Opinia

Meluruskan Makna Kemanusiaan

Jumat, 18 Apr 2025 - 06:34 WIB

Kolomiah

Belajar dari Arsenal dan Real Madrid: Part II

Kamis, 17 Apr 2025 - 12:29 WIB