Isu Netralitas Penyelenggara Pemilu Jember Memanas, Akademisi UNMUH Telah Lama Mengkajinya

Isu Netralitas Penyelenggara Pemilu Jember Memanas, Akademisi UNMUH Telah Lama Mengkajinya
Gambar Isu Netralitas Penyelenggara Pemilu Jember Memanas, Akademisi UNMUH Telah Lama Mengkajinya (Sumber: Frensia/Faiq Al Himam)

Frensia.id- Isu netralitas Penyelenggara pemilu Jember, saat ini semakin memanas. Ternyata hal ini telah lama dikaji sejumlah akademisi.  

Loren Austin Maulana dan Lutfian Ubaidillah, dua peneliti dari Universitas Muhammadiyah Jember, menyoroti secara tajam netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hasilnya diterbitkan dalam bentuk jurnal ilmiah terbitan Jurnal Ilmiah Multidisiplin Terpadu tahun 2024.

Dalam penelitian tersebut, mereka mengungkap berbagai aspek yang berpotensi merusak independensi ASN dalam politik, terutama di Pemerintahan Kabupaten Jember.

Bacaan Lainnya

Penelitian itu menyatakan bahwa pelanggaran netralitas ASN masih kerap terjadi, baik dalam Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Loren dan Lutfian memusatkan perhatian mereka pada fenomena pelanggaran netralitas ASN selama Pemilu 2024 di Jember. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, penelitian ini menelaah berbagai aspek hukum yang mengatur netralitas ASN, mulai dari pendekatan perundang-undangan hingga pendekatan kasus.

Menurut hasil penelitian mereka, regulasi mengenai netralitas ASN bukanlah pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Sebaliknya, aturan ini diperlukan agar para ASN dapat menjalankan tugas pemerintahan dengan penuh integritas, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.

Dengan adanya aturan netralitas, ASN dituntut untuk tidak memihak dan tetap menjaga profesionalisme dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ini bertujuan mencegah campur tangan politik yang tidak adil dalam proses demokrasi, khususnya pemilihan umum.

Loren dan Lutfian menyoroti bahwa ASN memiliki tanggung jawab besar untuk bersikap netral, baik secara terang-terangan maupun diam-diam.

Mereka harus mematuhi sejumlah ketentuan yang telah diatur dalam berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta UU Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Regulasi tersebut dirancang untuk menjaga netralitas ASN agar tetap berfokus pada pelayanan publik dan terhindar dari pengaruh politik.

Kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN biasanya bermula dari laporan masyarakat yang disampaikan melalui berbagai saluran, seperti media sosial dan platform pengaduan resmi pemerintah, termasuk LAPOR.

Setiap laporan ini kemudian diproses secara serius oleh Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam satuan tugas khusus, yaitu Satgas Netralitas ASN.

Satgas ini mencakup Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB), Kementerian Dalam Negeri, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Penelitian Loren dan Lutfian memperingatkan bahwa tantangan netralitas ASN dalam Pemilu tidak boleh diabaikan. Ketika ASN cenderung memihak atau terlibat dalam politik praktis, hal ini berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi dan mengganggu integritas penyelenggaraan Pemilu.

Oleh karena itu, upaya pengawasan, pelaporan, dan penegakan hukum terkait netralitas ASN harus semakin diperkuat demi menjaga netralitas dan profesionalisme ASN sebagai pelayan publik yang adil dan tidak berpihak.