Frensia.id – Kementerian PUPR atau Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengklaim terus meningkatkan kelestarian lingkungan melalui penanaman pohon pada area Green Belt.
Hal tersebut terlihat dalam unggahan Instagram resmi kementerian yang langsung bertanggung jawab pada presiden itu, @kemenpupr, pada Sabtu (7/9/2024).
Dalam postingannya, Kementerian PUPR menjelaskan bahwa Green Belt atau Sabuk Hijau adalah ruang terbuka hijau yang memiliki tujuan utama membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan.
Selain itu juga dijelaskan tentang empat fungsi Green Belt, yaitu (1) fungsi ekologis sebagai paru-paru alam, peneduh, dan penghasil O2; (2) fungsi sosial budaya sebagai tempat rekreasi dan pendidikan; (3) fungsi ekonomi sebagai wadah penghasil buah yang bernilai ekonomi; (4) fungsi estetika sebagai pemberi keserasian, keindahan, dan kenyamanan.
Kementerian PUPR telah mendata jumlah pohon yang tertanam di area green belt infrastruktur melalui aplikasi Sistem Informasi Tanaman Bermutu (Sitamu).
Berdasarkan data pada aplikasi Sitamu, Kementerian PUPR telah menanam sebanyak 385.100 pohon pada tahun 2020-2023.
Sedangkan realisasi penanaman pohon pada Januari hingga Juli 2024 sebanyak 36.109 pohon.
Namun sayangnya, pemerintah dalam pengelolaan Green Belt telah dinilai kurang baik. Hal tersebut salah satunya dalam jurnal Internasional ELSEVIER yang terbit pada tahun 2022, dengan judul “The Effect of Green Belt as an Environmentally Friendly Approach on Energy Consumption Reduction in Buildings”
Dalam penelitian yang dikoordinatori oleh J. Yuan dari Universitas Hunan Cina itu disebutkan bahwa pemerintah dan pengambil keputusan sering kali memiliki informasi yang terbatas mengenai manfaat dan biaya dari pohon serta hutan kota.
Hal ini mengakibatkan pengelolaan yang buruk terhadap aset berharga ini. Kekurangan dalam pengelolaan Green Belt oleh pemerintah dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Kurangnya Informasi
Pengambil keputusan tidak memiliki data yang cukup tentang manfaat dan biaya dari penanaman pohon dan pengelolaan hutan kota, yang menyebabkan keputusan yang kurang tepat dalam pengelolaan sumber daya ini.
Manajemen yang Buruk
Karena keterbatasan informasi, pengelolaan pohon dan hutan kota sering kali tidak optimal, yang dapat mengurangi potensi manfaat lingkungan dan ekonomi dari green belt.
Definisi dan Terminologi yang Tidak Konsisten
Terdapat banyak definisi mengenai hutan kota, dan harmonisasi terminologi serta definisi menjadi tantangan, yang dapat menghambat pengembangan kebijakan yang efektif.
Kurangnya Model yang Diterapkan
Meskipun berbagai model telah dikembangkan untuk memaksimalkan manfaat pohon, implementasi model-model tersebut dalam pengelolaan hutan kota masih terbatas.
Kekurangan-kekurangan tersebut menunjukkan perlunya peningkatan dalam pengumpulan data, penelitian, dan pengembangan kebijakan yang lebih baik untuk mengelola Green Belt secara efektif.