Frensia.id – Keberadaan Lailatul Qadar diceritakan dalam Al-Qur’an surat ke-97, yakni Surat Al-Qadr.
Surat ini memiliki lima ayat yang menceritakan berkaitan dengan lailatul qadar.
Konsep lailatul qadar dalam surat tersebut telah banyak dilakukan oleh banyak ahli tafsir baik dari ulama terdahulu maupun kontemporer.
Mohd. Khairulazman Hj. Abu Bakar telah melakukan penelitian terhadap konsep lailatul qadar dari ulama tafsir kontemporer dari Indonesia, yakni Prof. Dr. Quraish Shihab.
Dalam penelitiannya yang berjudul, “Konsep Lailatul Qadr Menurut Pentafsiran Quraish Shiha di Dalam Tafsir” dalam jurnal Greentech: e-Proceedings of the Green Technology & Engineering 2020 Virtual Conference, menyimpulkan tiga konsep pokok lailatul qadar menurut Prof. Quraish Shihab sebagai berikut:
Pertama, lailatul qadar dipahami sebagai salah satu malam yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Sejarah peradaban manusia sebagai malam diturunkannya al-Qur’an
Hal tersebut didasarkan pada surat Ad-Dukhan ayat 3
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ
Artinya: Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan.
Dari rumusan yang pertama ini dapat dipahami bahwa lailatul qadar menjadi malam diturunkannya al-Qur’an secara global.
Kedua, lailatul qadar diartikan sebagai malam yang mulia. Artinya pada malam ini tidak ada malam yang sebanding dengannya.
Demikian juga, yang menjadi sebab kemuliannya adalah karena sebagai malam diturunkannya al-Qur’an.
Ketiga, lailatul qadar diartikan sebagai malam yang sempit. Disebut sempit karena ramainya malaikat yang turun ke bumi atas izin Allah.
Pemaknaan al-Qadr berarti sempit dapat ditemui dalam surat al-Ra’d ayat 26
اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗ
Artinya: Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya).
Dari ketiga konsep tersebut pemaknaan tersebut dapat dipahami, bahwa lailatul qadar benar adanya menjadi malam yang mulia dengan turunnya para malaikat kebumi, dan dijanjikan pahala bagi yang beribadah pada malam tersebut.
Selain itu, juga dapat dipahami bahwa dari pemaknaan yang pertama sehingga muncullah pendapat bahwa lailatul qadar hanya terjadi sekali saja, yakni pada saat malam diturunkannya al-Qur’an pada waktu itu.
Akan tetapi, pendapat tersebut tertolak setelah adanya hadits Nabi Muhammad SAW
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qodar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan” (HR. Bukhari)