Nalar Kritis Perempuan Muhammadiyah Tolak Tambang

Selasa, 30 Juli 2024 - 11:20 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id –Akhirnya, pupuslah sudah impian masyarakat yang berharap besar ormas keagamaan Muhammadiyah menolak izin konsesi tambang dari pemerintah. Kejadian di luar dugaan ini merupakan keputusan yang mengundang kekecewaan bagi publik, khusunya yang memiliki kesadaran ekologi.

Apa pasal ? Keputusan PP Muhammadiyah dinilai sangat kontradiktif mengingat kader Muhammadiyah di lapangan turut aktif bergerak menyuarakan menolak kerusakan lingkungan. Kekecewaan itu juga dirasakan ole aktivis grass root (akar rumput) Muhammadiyah.

Bahkan Salah satu organisasi otonom wanita Muhammadiyah, Aisyiyah kontra dengan keputusan PP Muhammadiyah itu.Penolakan tersebut diutarakan Hening Parlan, ketua Divisi Lingkungan Lembaga Lingkungan Hidup Dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP Aisyiyah, dengan tegas ia menolak mempertimbangkan bahaya dan seramnya pertambangan.

Hening juga menggambarkan akibat lingkungan pasca penambangan yang sangat mengerikan. Galian tanah bekas tambang yang jumlahnya ribuan lubang sangat berdampak negatif. Jangan sampai tidak pernah datang ke lokasi tambang, lalu berbicara dampak pertambangan? Jika mengamati ke lokasi tambang, maka akan tahu ada kerugian yang sangat signifikan.

Dampak pertambangan sangatlah luas, dari saking besarnya kerugian yang diperoleh, sangat sulit untuk menilai apakah ekstraksi eksploitasi tambang bisa memberikan kebaikan untuk persyarikatan. Perempuan Muhammadiyah menyoroti kerusakan lingkungan akibat proses penambangan, salah satunya rusaknya sumber mata air.

Baca Juga :  Fatayat NU, Geliat Perempuan dan Wajah Keadilan

Kerusakan air pasca penambangan tidak hanya memberangus hak atas hidup mendapatkan air bersih sebagai kebutuhan elementer. Namun hak untuk beribadah akan kena imbasnya, pasalnya air merupakan alat yan dipakai mencuci, bersuci dan berwudhu.

Penolakan perempuan Muhammadiyah atas dunia pertambangan menunjukkan kegamangan yang amat dalam bagi alam dan manusia.

Nalar kritis perempuan Muhammadiyah menolak terhadap aktivitas pertambangan tesebut, dibangun atas beberapa ragam pertimbangan, sebagaimana terangkum dari berbagai sumber.

Pertama, Dampak signifikan bagi lingkungan. Bukankah sudah tidak mejadi rahasia umum, pertambangan sering kali menyebabkan ekosistem dan kesehatan masyarakat. Pencemaran air, deforestasi, kerusakan lahan dan kualitas udara yang buruk.

Padahal itu hak asasi setiap manusia, segala tindakan yang merampas hak tersebut tentu tida dibenarkan. Aisyiyah atua perempuan Muhammadiyah memiliki komitmen terhadap lingkungan, dalam nalar kritisnya dampak negatif pertambangan merugikan masyarakat. Itu sebabnya, bagi mereka sangat sulit menilai apakah usaha ini bisa memberikan kebaikan untuk persyarikatan.

Kedua, dampak signifikan bagi sosial-ekonomi atas perempuan. Aktivitas pertambangan menghapus akses perempuan atas sumber daya alam, padahal aspek ini merupakan hak penting untuk kemandirian ekonomi mereka. Objek pertambangan yang digunakan, sering kali wilayah yang mengandung potensi ekonomi berkelanjutan dan ramah perempuan.

Baca Juga :  Meluruskan Makna Kemanusiaan

Dalam nalar kritisnya, perempuan Muhammdiyah menyakini, hal tersebut memicu hilangnya hak ekonomi perempuan terhadap sumber daya alam, yang mereka kelola untuk memenuhi hajat hidup mereka sehari-hari. 

Ketiga, Pembangunan berkelanjutan, Perempuan Muhammadiyah menekankan keseimbangan antara perkembangan ekonomi dan konservasi lingkungan. Atas nama pembangunan berkelanjutan tentu tidak dibenarkan, jika merugikan generasi mendatang.

Dalam nalar kritis perempuan Muhammadiyah, ada kekhawatiran keuntungan ekonomi jangka pendek dari pertambangan, tidak sebanding dengan kerugian jangka panjang yang mungkin terjadi. Misalnya, kerusakan lingkungan yang tidak bisa diperbaiki lagi dan tidak bisa kembalikan pada kondisi semula adalah contoh tergadainya kesejahteraan generasi mendatang.

Dalam konteks nalar itulah, perempuan Muhammadiyah atau Aisyiyah memilih sikap yang tidak sama dengan organisasi induknya PP Muhammadiyah menerima konsesi tambang dari pemerintah.  Kesejahteraan sosial dan pelestarian lingkungan adalah prioritas utama.

Dalam nalar kritis perempuan Muhammadiyah, sulit untuk menilai apakah pertambangan ini bisa memberikan kebaikan yang berkelanjutan bagi persyarikatan dan masyarakat luas, mengingat banyaknya variabel yang harus dipertimbangkan.*

*Moh. Wasik (Anggota LKBHI UIN KHAS Jember, Penggiat Filsafat Hukum dan Anggota Dar Al Falasifah)

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Merdeka Belajar atau Terkungkung? Mencari Jalan Tengah Sentralisasi dan Desentralisasi Kurikulum
Kepemimpinan, Dinamika Dan Pengaruhnya Terhadap Stagnasi Organisasi
Wisuda Sekolah Menengah: Antara Gengsi, Tradisi, dan Edukasi
Fatayat NU, Geliat Perempuan dan Wajah Keadilan
Meluruskan Makna Kemanusiaan
Koruptor, Musuh Agama dan Kemanusiaan
Lebaran: Subjek Bebas yang Memaafkan
Lima Jawaban Elegan Untuk Pertanyaan Sensitif Saat Lebaran

Baca Lainnya

Selasa, 20 Mei 2025 - 19:49 WIB

Merdeka Belajar atau Terkungkung? Mencari Jalan Tengah Sentralisasi dan Desentralisasi Kurikulum

Senin, 19 Mei 2025 - 16:45 WIB

Kepemimpinan, Dinamika Dan Pengaruhnya Terhadap Stagnasi Organisasi

Jumat, 16 Mei 2025 - 03:57 WIB

Wisuda Sekolah Menengah: Antara Gengsi, Tradisi, dan Edukasi

Kamis, 24 April 2025 - 21:45 WIB

Fatayat NU, Geliat Perempuan dan Wajah Keadilan

Jumat, 18 April 2025 - 06:34 WIB

Meluruskan Makna Kemanusiaan

TERBARU

Gambar Garis Laras Pancasila dan Hudaibiyah: Jalan Damai Berbangsa (Sumber: Grafis Frensia)

Kolomiah

Garis Laras Pancasila dan Hudaibiyah: Jalan Damai Berbangsa

Senin, 2 Jun 2025 - 23:32 WIB

DPC PDIP Jember saat menggelar upacara (Sumber foto: Sigit)

Politia

Peringati Hari Pancasila, DPC PDIP Jember Gelar Upacara

Senin, 2 Jun 2025 - 07:00 WIB