Pernah Disebut Gagal Tangani Hiburan Malam Di Sidoarjo, GP Ansor dan MUI Kurang Didukung Pemerintah

Pernah Disebut Gagal Tangani Hiburan Malam Di Sidoarjo, GP Ansor dan MUI Kurang Didukung Pemerintah
Gambar Pernah Disebut Gagal Tangani Hiburan Malam Di Sidoarjo, GP Ansor dan MUI Kurang Didukung Pemerintah (Sumber: Ilustrasi Frensia)

“MUI dan GP Ansor sebagai kelompok elite agama belum bisa dikatakan berhasil total dalam arti masih berjalan setengah- setengah dalam mencapai tujuanya” _Faris Hardi (Akademisi UNAIR)

Frensia.id- Pernah disebut-sebut gagal tangani hiburan malam di Sidoarjo, Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) dianggap kurang mendapat dukungan dari pemerintah. Catatan ini terdokumentasikan dalam riset akademisi Universitas Erlangga (UNAIR).

GP Ansor dan MUI di Sidoarjo merupakan organisasi keagamaan yang konsen pada penguatan moralitas agama di masyarakat. Salah satu yang menjadi fokus besar keduanya adalah menjaga bisnis yang dianggap melanggar ajaran Islam.

Bacaan Lainnya

Di Sidoarjo pada 2015-2026 pernah menjamur tempat hiburan malam. Hal demikian cukup meresahkan, sehingga GP Ansor dan MUI setempat pernah berupaya untuk melakukan penutupan.

Upaya ini sempat diteliti oleh akademisi dari UNAIR, bernama Faris Hardi. Risetnya telah diterbitkan dalam Repository UNAIR pada tahun 2016.

Ia fokus mengkaji  dinamika elite pada proses upaya penutupan tempat hiburan malam di Sidoarjo. Semua pihak kala itu sebenarnya telah sadar bahwa  bisnis hiburan malam tak terpisah dari maraknya transaksi minuman keras hingga bisnis pemandu lagu.

Tidak mengherankan, jika elite agama dalam tubuh MUI dan GP Ansor berupaya melaksanakan tanggung jawabnya untuk amar ma’ruf dan nahyi munkar.  Mereka mendorong  untuk berusaha menutup tempat hiburan malah yang telah menjamur.

Sedangkan kelompok elite ekonomi dari unsur pengusaha sebenarnya keberatan pada pelarangan tersebut. Mereka sepakat ditutup, namun tidak ingin ada larangan menjual alkohol golongan A bahkan meminta pemandu lagu di tempat hiburan malam diberi legalitas.

Untuk mengkaji konflik dinamika elit ini, Faris Hardi memakai teoritik Sistem Politik David Easton. Teori ini dianggap dapat mempermuda alur politik elit terjadi.

Setelah melakukan analisis yang mendalam, akhirnya ia menyimpulkan bahwa MUI dan GP. Ansor tidak dapat disebut berhasil melakukan penutupan sebagaimana yang diperjuangkannya. Salah satu faktornya, mereka tidak didukung oleh pemerintah.

Bahkan Faris juga menyebut, dilatarbelakangi oleh politisasi birokrasi. Akibatnya, dari total 36 tempat hiburan malam hanya 2 yang ditutup resmi.

Sebaliknya, malah dianggap berhasil, ia menyebut dalam risetnya adalah unsur elit pengusaha. Usulan mereka tentang hiburan malam pada pemerintah mayoritas sesuai harapan.