Frensia.id- Saat mudik banyak orang yang menempuh perjalanan jauh, sehingga mereka tidak mampu untuk terus menjalankan puasa. Apakah hal tersebut dibenarkan?
Masalah ini telah dibahas oleh beberapa pakar. Salah satunya adalah Prof. Dr. KH. Imam Ghozali Said.
Dalam bukuya berjudul, “Puasa dalam Dimensi Fiqh Sufistik”, masalah ini dibahas berdasarkan sebuah pertanyaan yang dilontarkan Misbahul Khoir dari Pasuruan. Ia menanyakan,
“Kiai, dua hari lagi kami sekeluarga mudik lebaran. Apakah perjalanan mudik itu bisa menjadi alasan tidak puasa? Mohon penjelasan lengkap dengan dalil Alquran dan hadis”
Prof Ghozali menjawab pertanyaan tersebut dengan menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam, safar atau perjalanan jauh dapat menjadi alasan seseorang untuk tidak berpuasa. Hal demikian diperbolehkan sebagai bentuk keringanan (rukhsah) ketika perjalanan tersebut memang sangat memberatkan (masyaqqah).
Prinsip ini didasarkan pada firman Allah dalam Surat Al-Baqarah di bawah ini;
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
Jadi, Allah berfirman tentang keringanan dalam puasa bagi orang yang sedang dalam perjalanan. Dalam pemahaman fikih, para fuqaha menetapkan bahwa perjalanan yang memenuhi syarat tertentu dapat memenuhi syarat untuk mendapatkan keringanan ini.
Misalnya, jika perjalanan tersebut melebihi jarak dua marhalah (sekitar 90 kilometer), atau menggunakan transportasi yang relatif memberatkan, maka seseorang dapat memilih untuk tidak berpuasa.
Namun, penting untuk diingat bahwa keringanan ini hanya berlaku jika perjalanan tersebut benar-benar memberatkan. Jika perjalanan tersebut tidak memberikan beban yang signifikan, seperti perjalanan singkat dengan transportasi yang nyaman dan cepat, maka sebaiknya seseorang tetap berpuasa.