“Kitab Abadi’ al-Iqtishad al-Islami dan Al Wajiz menjelaskan tentang dua hal memosiskan harta dunia”
Frensia.id- Bagi orang yang berkuasa, pastinya sangat sulit untuk tidak korupsi. Pasalnya kesempatan untuk memperkaya diri semakin besar. Solusinya ada dua penjelasan ulama’ agar dapat dijadikan dasar untuk menghindar dari perbuatan tercela tersebut.
Kedua penjelasan tersebut adalah tentang nalar Umat Muslim dalam memosikan harta dunia. Nalar demikian dianggap membentengi dan menjadi semangat guna menghindari godaan hasrat dalam melakukan tindikan koruptif.
Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Perbuatan ini dianggap sangat buruk karena tidak hanya merugikan banyak orang, tetapi juga memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, korupsi dapat meningkatkan angka kemiskinan dan memperlebar kesenjangan pendapatan di masyarakat.
Korupsi memiliki berbagai bentuk, namun uang sering kali menjadi objek utama. Uang tidak lagi dipandang sebagai sarana, melainkan sebagai tujuan akhir. Demi uang, berbagai tindakan yang melampaui batasan moral dilakukan.
Pandangan semacam ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang menganggap harta hanyalah alat dan bukan tujuan hidup. Dalam Islam, kekayaan seharusnya digunakan untuk kebaikan dan kesejahteraan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi yang merugikan orang lain.
Korupsi tidak hanya merusak tatanan ekonomi, tetapi juga menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga negara. Ketika korupsi merajalela, rakyat kehilangan kepercayaan bahwa sumber daya negara digunakan untuk kepentingan umum. Hal ini mengakibatkan penurunan partisipasi publik dalam pembangunan dan memperparah ketidakadilan sosial.
Ada dua hal agar Umat Muslim dapat menjaga diri agar tidak korupsi. Kudanya adalah penjelasan dua ulama’ masyhur yang sama-sama menjelaskan tentang harta.
Penjelasan Dalam abadi’ al-Iqtishad al-Islami
Ahmad Muhammad Mahmud Nasshar penulis kitab berjudul abadi’ al-Iqtishad al-Islami. Untuk menghindari dari tindakan korupsi memerlukan keyakinan tentang harta. Mahmud Nasshar menjelaskan bahwa harta bukan tujuan utama Ummat Muslim.
هذه النظرة الدينية هي الأساس في اعتبار المال وسيلة وليس غاية, وأنه هناك أهداف سامية للتملك, وهذه النظرة ليست من صنع اجتهاد فقهي أو فكري وإنما هي في صميم التشريع السماوي وجاءت به النصوص الصريحة في القرآن والسنة
“Pandangan agama adalah dasar untuk menganggap uang sebagai sarana dan bukan tujuan, dan harta merupakan tujuan yang mulia untuk suatu kepemilikan. Pandangan ini bukanlah karya fikih atau penalaran intelektual (pakar ekonomi Islam semata), melainkan merupakan inti dari undang-undang agama yang dibawa oleh nash-nash yang tersurat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah”
Penjelasan dalam Kitab Al Wajiz
Syaikh Wahbah az-Zuhaili menulis tafsir berjudul Al Wajiz, ia menafsirkan ayat Al-Hadid Ayat 7:
ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَأَنفِقُوا۟ مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَأَنفَقُوا۟ لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”
Menurutnya, harta perlu digunakan sesuai dengan ketentuan-Nya. Harta bukanlah tujuan akhir hidup manusia, melainkan titipan dan dikelola atas ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat. Mengelola harta dengan bijak dan menafkahkannya di jalan Allah adalah bentuk nyata dari keimanan dan ketaatan.
Konsep kepemilikan harta dalam Islam berbeda dengan konsep kepemilikan dalam pandangan materialistik. Dalam Islam, harta yang dimiliki oleh seseorang sebenarnya adalah milik Allah, dan manusia hanya diberi amanah untuk mengelolanya.
Oleh karena itu, manusia harus menggunakan harta tersebut dengan cara yang diridhai oleh Allah, termasuk berbagi dengan sesama dan membantu mereka yang membutuhkan.