Frensia.id – 3 desa di Kabupaten Bondowoso menjadi sorotan setelah disebut-sebut sebagai tempat terjadinya pelanggaran serius dalam pemungutan suara Pilkada 2024.
Dugaan ini diungkapkan oleh kuasa hukum Pasangan Calon (Paslon) 02, Bambang Soekwanto dan Gus Muhammad Baqir (Bagus), dalam sidang perdana gugatan hasil pemilu yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (8/1/2025).
Sidang gugatan Pilkada Bondowoso, yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, dipimpin oleh panel tiga hakim konstitusi yaitu Arif Hidayat, Enny Nurbaningsih, dan Ridwan Mansyur. Sidang yang juga disiarkan langsung melalui YouTube ini menjadi ajang bagi pihak Paslon 02 untuk memaparkan berbagai pelanggaran yang mereka anggap mencederai proses demokrasi.
Kuasa hukum Paslon 02, Mohammad Hasby As Shiddiqi, S.H.I., dalam kesempatan itu, meminta MK membatalkan Surat Keputusan KPU Bondowoso Nomor 1844 tentang rekapitulasi hasil pemungutan suara.
Menurut Hasby, ada beberapa pelanggaran yang menunjukkan ketidakwajaran dalam proses pemungutan suara di tiga desa yang disebutkan, yaitu Desa Bandilan, Desa Ramban Wetan, dan Desa Pengarang.
Desa Bandilan, Kecamatan Perajekan
Di Desa Bandilan, TPS 1, ditemukan beberapa kejanggalan, termasuk pemilih yang sudah meninggal dunia namun tetap tercatat hadir dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Salah satu contohnya adalah pemilih nomor 169 atas nama Hatami, yang diketahui telah menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri tetapi masih tercatat memberikan suara. Selain itu, ada dugaan pemilih ganda, yakni pemilih nomor 156 dan 157 yang diduga mencoblos lebih dari sekali.
Masalah lain di desa ini adalah adanya pemilih nomor 39 atas nama Aknami yang diduga mengalami gangguan mental.
“Analisa kami, pemilih yang mengalami gangguan mental tidak dapat memberikan suara sah secara rasional, harusnya tidak diizinkan untuk memberikan suara,” tegas Hasby.
Menurutnya, situasi ini menunjukkan pelanggaran serius terhadap asas keadilan dalam pemilu.
Desa Ramban Wetan, Kecamatan Cermee
Kasus serupa ditemukan di TPS 7 Desa Ramban Wetan. Pemilih bernama Siwani, yang sudah meninggal dunia, tercatat hadir dan bahkan ada tanda tangan yang mengindikasikan ia memberikan suara.
“Tanda tangan, pemilih yang telah meninggal dunia pada daftar hadir menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara data pemilih dan kenyataan di lapangan,” kata Hasby.
Desa Pengarang, Kecamatan Jambesari
Desa Pengarang di Kecamatan Jambesari menjadi sorotan karena dugaan manipulasi penghitungan suara. Dalam bukti video yang diajukan, terlihat anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memasukkan surat suara tambahan dari tas berwarna merah untuk melengkapi jumlah surat suara yang dianggap kurang.
Beberapa desa lainnya juga turut terlibat dalam kejadian serupa, meski mungkin tidak sedetail yang tercatat pada tiga desa utama tersebut. Sebagai contoh, di Desa Mengok, Kecamatan Pujer, tercatat adanya pelanggaran di berbagai Tempat Pemungutan Suara (TPS), mulai dari TPS 1 hingga TPS 9. Desa lainnya, yaitu Desa Ardisaeng di Kecamatan Pakem, Kabupaten Bondowoso, mengalami pelanggaran pada TPS 1 dan TPS 2.
Di Desa Cermi, Kecamatan Cermi, Kabupaten Bondowoso, pelanggaran terjadi di TPS 3, sementara di Desa Sulingkulon, Kecamatan Cermi, Kabupaten Bondowoso, pelanggaran ditemukan di TPS 4.
Bahkan, pelanggaran juga terjadi di Desa Pelalangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Bondowoso, tepatnya di TPS 2. Setiap desa dengan pelanggaran ini menambah catatan penting tentang tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemilu di tingkat lokal, yang perlu ditangani dengan lebih serius untuk menjaga integritas proses demokrasi.
“semua pelanggaran ini berdampak langsung pada kualitas demokrasi dan mengancam kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu jika dibiarkan tanpa ada tindakan tegas,” ujar Hasby.
Menurut kuasa hukum Paslon 02, semua pelanggaran yang terjadi di tiga desa ini mengancam prinsip keadilan dalam pemilu. Manipulasi data dan suara berpotensi merugikan pihak-pihak yang mengikuti pemilu dengan jujur.
Hasby menegaskan bahwa jika pelanggaran ini tidak ditindak tegas, kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu akan semakin merosot.
Sidang gugatan ini menjadi momentum penting dalam menentukan langkah selanjutnya terkait hasil Pilkada Bondowoso 2024. Semua pihak kini menunggu keputusan MK yang diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para pemilih dan kandidat yang merasa dirugikan.