Wacana Perempuan Novel Pramoedya Ananta Toer, “Bumi Manusia”

Rabu, 31 Juli 2024 - 15:05 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Wacana Perempuan Novel Pramoedya Ananta Toer, “Bumi Manusia” (Sumber: Ilustrasi/Imam)

Gambar Wacana Perempuan Novel Pramoedya Ananta Toer, “Bumi Manusia” (Sumber: Ilustrasi/Imam)

Frensia.id- Wacana perempuan menjadi isu penting yang diangkat dalam novel “Bumi Manusia” Karya Paramoedya Ananta Toer. Perempuan diposisikan pada situasi yang kompleks di era kolonial.

Dari sekian banyak karya, “Bumi Manusia” adalah karya Pramoedya yang sangat eksotis dan mengisahkan sengkarut konflik sosial era kolonial. Selain ditulis dari bilik jeruji besi, saat sang penulis ditawan Pulau Buru, buku ini telah terbit dalam banyak bahasa.

Di Indonesia, meledak kembali sejak diterbitkan oleh Lentera Dipantara dan bahkan beberapa tahu yang lalu telah difilmkan. Tak main-main, yang garap adalah Hanung Bramantyo, sutradara hebat yang memiliki segudang prestasi.

Selain keseksian riwayat kepopulerannya, ternyata karya Pramoedya ini dianggap sebagai salah saru novel yang mengungkap perdebatan wacana perempuan era kolonial. Penggal demi penggal kisahnya membuka tabir wacana pertentangan perempuan saat Indonesia dikuasai Belanda.

Berdasar pembacaan Frensia.id pada novel, ada banyak percakapan tokoh yang mengungkap posisi perempuan kala itu. Terkait akan dibahas secara terperinci, satu persatu setiap percakapan yang ditemukan.

Baca Juga :  Anggota Komisi X DPR RI Apresiasi Buku Pengembangan SDM Modern Karya Dosen FISIP UNEJ

Percakapan Minke dan Suurhof

“Hai, philogynik, mata keranjang,  buaya  darat, mana haremmu?”

“Rupa-rupanya kau masih anggap aku sebagai Jawa yang belum beradab.”“

“Mana ada Jawa, bupati pula, bukan buaya darat?”

Percakapan di atas, memosisikan perempuan sebagai hal yang pasti ada dalam kekuasaan. Mereka yang berkuasa di Jawa tampaknya lumrah memiliki simpanan yang setiap dapat menjadi pemuas seksualitas para pejabat.

Minke Di Rumah Nyai Ontosoroh

“Tak mungkin yang demikian terjadi pada majikan Pribumi: dia harus menunduk, menunduk terus. Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain”

Narasi di atas, memperlihatkan perempuan selalu tunduk dan menyembah penguasanya. Perkataan Minke ini dapat dianggap sebagai pandangan miring pada budaya pribumi Jawa yang dianggap diskriminatif.

Nyai Ontosoroh Tentang Perempuan Bekerja

“Kau heran melihat perempuan bekerja?”

Pertanyaan di atas dari nyai Ontosoroh pada Minke. Menanggapi pertanyaan itu, Minke mengangguk heran. Narasi kisah ini memperlihatkan sejak awal akses perempuan di Jawa telah besar dan tidak seperti budaya kolonial yang cenderung diskriminatif.

Baca Juga :  PWI Jember Latih Humas SMA/SMK dan SLB Kuasai Teknik Jurnalistik

Keheranan Minke Pada Sosok Nyai

“Nyai apa pula di sampingku ini”

Perkataan Minke terjadi saat ia terheran pada sosok Nyai Ontosoroh. Baginya perempuan sepertinya langkah. Bisanya didiskriminasi dan lemah, namun ia memiliki kesadaran dan posisi sosial yang tak biasa.

Nyai Ontosoroh baginya adalah sosok yang mulya. Jadi sosok Nyai dalam budaya pribumi menandakan ada kalangan perempuan yang kuat dalam masyarakat Jawa.

Perempuan Melawan Untuk Kehormatan

“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”

Pernyataan di atas, keluar sosok perempuan hebat dalam novel Bumi Manusia. Hal demikian memperlihatkan bahwa latar kisah novel tentang organisasi  semacam Poetri  Mardika  (1912)  dan  Isteri  Sedar (1930)adalah bagian dari gairah perempuan yang melawan.

Perempuan yang melawan dalam novel ini tidak dibahasakan sebagai pembangkangan. Akan tetapi untuk sebesar-besarnya dilakukan dengan sangat terhormat. (*)

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Wisuda Sekolah Menengah: Antara Gengsi, Tradisi, dan Edukasi
Anggota Komisi X DPR RI Apresiasi Buku Pengembangan SDM Modern Karya Dosen FISIP UNEJ
PWI Jember Latih Humas SMA/SMK dan SLB Kuasai Teknik Jurnalistik
UM-PTKIN UIN KHAS Jember 2025, Siapkan Kuota 4.230 Mahasiswa Baru
Buku Nabiel A. Karim Hayaze’, Gambarkan Musik Gambus Sebagai Simfoni Perekat Bangsa
Kartini, Lentera Pendidikan Perempuan
Sebanyak 782 Ijazah Diantar ke Rumah Siswa Secara Gratis, Cabdin Jember: Tak Ada Lagi Penahanan Karena Tunggakan
Model Kurikulum Murray Print: Solusi Menggapai Pendidikan Progresif

Baca Lainnya

Jumat, 16 Mei 2025 - 03:57 WIB

Wisuda Sekolah Menengah: Antara Gengsi, Tradisi, dan Edukasi

Jumat, 9 Mei 2025 - 18:10 WIB

Anggota Komisi X DPR RI Apresiasi Buku Pengembangan SDM Modern Karya Dosen FISIP UNEJ

Kamis, 8 Mei 2025 - 20:30 WIB

PWI Jember Latih Humas SMA/SMK dan SLB Kuasai Teknik Jurnalistik

Kamis, 24 April 2025 - 15:31 WIB

UM-PTKIN UIN KHAS Jember 2025, Siapkan Kuota 4.230 Mahasiswa Baru

Rabu, 23 April 2025 - 18:30 WIB

Buku Nabiel A. Karim Hayaze’, Gambarkan Musik Gambus Sebagai Simfoni Perekat Bangsa

TERBARU

Kolomiah

Ekoteologi Dan Iman Yang membumi

Selasa, 20 Mei 2025 - 20:22 WIB