Frensia.id- Dalam Bayang-Bayang Lenin: Enam Pemikiran Marxisme Dari Lenin Sampai Tan Malakamerupakan seri kedua dari tulisan Franz Magnis Suseno yang membahas tentang marxisme.
Buku pertama berjudul, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme terbit pada tahun 1999. Buku yang ketiga, yaitu: Dari Mao ke Marcuse: Percikan Filsafat Marxis Pasca Lenin.
Buku kedua ini memberikan penjelasan sebagai kelanjutan dari buku pertama. Berkaitan dengan penafsiran pemikiran Karl Marx sendiri dari para teoritisi yang dihimpun oleh Romo Magnis, sejumlah enam orang.
Salah satunya adalah, Vladmir Ilyc Lenin berpendapat bahwa sebuah gerak revolusioner tidaklah menunggu panggilan dari sejarah, melainkan harus dibentuk dan dipersiapkan secara sengaja.
Lenin merupakan tolak ukur dari ke lima pemikir marxis lainnya dalam melakukan pengorganisiran buruh. Kelima tokoh tersebut yang lain adalah Leon Trotsky, Georg Lukacs, Karl Korsch, Antonio Gramsci dan Tan Malaka.
Dari ke enam tokoh marxis yang disebut dalam buku ini dipilih dengan adanya kesamaan, yaitu sama-sama terlibat aktif dalam memimpin revolusi kaum buruh.
Trotsky memimpin dewan buruh di St. Petersburg pada revolusi 1905 dan Oktober 1917, Lukacs menjadi menteri dalam pemerintahan revolusioner Bela Kuhn 1919 di Hongaria, Korsch aktif mempersiapkan revolusi komunis yang gagal di Tiringen, Jerman, Gramsci melawan Fasisme di Italia.
Tan Malaka dengan segala kisahnya di Indonesia dalam melakukan perlawanan mulai dari pembuangannya, penolakannya terhadap revolusi komunis yang belum matang pada tahun 1926 dan tuntutannya tentang kemerdekaan 100 %.
Enam orang Marxis yang dicantumkan oleh Franz Magnis Suseno bukanlah sekedar yang ribut-ribut dalam aktivisme belaka. Mereka adalah orang-orang dengan pemikiran cemerlang sekalipun menjadi terang dan terpandang pada masa-masa sesudahnya kecuali Lenin dan Trotsky.
Sampai hari ini dalam babakan buku sejarah yang membahas abad ke 20, tidak akan melupakan revolusi Bholshevick pada bulan Oktober 1917 dimana kendali ada ditangan Lenin, tokoh kedua dalam revolusi tersebut adalah Leon Trotsky.
Trotsky lah orangnya yang meyakinkan Lenin untuk melakukan revolusi sosialis. Gagasannya yang dibahas dalam buku ini adalah tentang revolusi permanen.
Georg Lukacs dengan karyanya, History and Class Consciousness, Karl Korsch memberikan pengaruhnya kepada orang kenamaan semisal Horkheimer, Habermas dan pada gerakan yang dinamai Kiri Baru tahun 1960.
Gramsci dengan kedalaman dan orisinalitas pemikirannya yang bisa dirasakan sampai hari ini oleh golongan terpelajar dan mahasiswa. Dimana sebelummnya pemikirannya mengendap dan tidak terjamah oleh siapapun sampai tahun 1950. Ia memberikan suatu konsep yang sering disebut oleh mereka yang bergelut sebagai organisatoris, yaitu hegemoni.
Terakhir Tan Malaka, ia menulis beberapa karya, tetapi yang paling monumental adalah tulisannya yang berjudul Madilog, kependekan dari materialisme, dialektika dan logika. Buku tersebut tidak mencoba untuk melakukan penghancuran terhadap kapitalisme, melainkan berupaya untuk merubah pandangan dunia yang masih terkena mitos.
Pemikiran enam tokoh tersebut berurutan sebagaimana yang telah disebut. Sebelumnya buku ini diawali tentang sebuah pendahuluan oleh penulis sebagai suatu pengenalan atau peta pemikiran dari isi buku.
Pembaca akan menemukan kemudahan ketika memulai membacanya dengan mengetahui selayang pandang dari buku dengan membaca pendahuluan, kemudian lanjut kepada bab 1 Lenin bab 2 Leon Trotsky, bab 3 Georg Lukacs, bab 4 Karl Korsch, bab 5 Antonio Gramsci, bab 6 Tan Malaka dan bab terakhir ditutup dengan suatu refleksi tentang terjadinya totalitarianisme dibawah payung komunisme.
Sebuah Pengantar Memasuki Dunia Marxisme
Para akademisi dan aktivis sosial tidaklah asing dengan nama Franz Magnis Suseno. Orang Jerman kelahiran 1936, tinggal di Indonesia sejak tahun 1961 dan resmi menjadi WNI pada tahun 1977 ini telah memberikan kontribusi yang luar biasa dalam dunia pemikiran di Indonesia.
Ia menulis banyak tulisan, menariknya lagi berbahasa Indonesia. Sehingga pembaca tidak perlu ribet dengan kredibilitas penerjemah dalam menyalin bahasa penulis. Salah satunya adalah buku ini dan dua buku lainnya dalam memasuki marxisme.
Sebagaimana ungkap penulis, bahwa buku ini merupakan buku pengantar. Bukanlah buku rujukan utama bagi para pelajar dan mahasiswa yang ingin mendalami marxisme.
Meskipun begitu buku ini merupakan pintu yang baik dan cocok untuk memasuki marxisme. Dikarenakan penulis membuat ulasan tentang pemikiran toko-tokoh marxis, Lenin dan lainnya dengan bahasa yang mudah dicerna. Tidak melulu rumit dan bertele-tele sehingga memberikan kebosanan bagi pembaca.
Pemula akan dituntun untuk mengetahui sedikit demi sedikit gagasan dari para marxis dengan langkah yang terarah dan fokus yang baik. Ini merupakan suatu kelebihan dari penulis yang memang benar-benar menguasai pembahasan.
Penulis bukanlah orang asli Indonesia, tetapi ia telah mampu mengatur kebahasaan sesuai dengan tata bahasa indonesia. Sehingga pembaca seolah membaca karya tulis orang Indonesia asli.
Buku ini penting untuk dibaca, lebih-lebih bagi para pegiat sosial, karena dalam buku bercerita orang-orang yang tidak hanya menghabiskan usianya untuk membolak-balikkan kertas buku, tetapi juga mereka yang mengamalkan ilmunya dalam jalur yang ditempuh Karl Marx dengan melakukan beberapa revisi dari pemikir awalnya sendiri.
Mungkin pada akhirnya, pembaca akan dibikin merasa sia-sia setelah mengakhiri buku tersebut, dikarenakan penulis menggiring untuk mempertanyakan esensi dari marxisme untuk hari ini dan juga pada hari-hari setelahnya.
Kemudian akan muncul sebuah pertanyaan yang menggantung, apakah marxisme masih berguna dan bisa diterapkan atau tidak? Jika tidak apakah harus ada rekonstruksi atau dekonstruksi besar-besaran yang merubah pemikiran awal menjadi total berubah? Itu semua menjadi tanggung jawab pembaca yang berfikir.