Setiap bangsa mempunyai akar-akar kebudayaan masyarakatnya yang berbeda. Hal ini memberi kemungkinan akan bagaimana mereka memandang dunia serta cara hidup sehari-hari.
Tidak aneh apabila antara satu bangsa dengan bangsa lain yang tersekat secara geografis ataupun sosiologis menyebabkan terheran-heran apabila mengetahui gaya hidup bangsa lain.
Sebagaimana bangsa Indonesia, yang merasa keheranan dengan bagaimana prinsip kerja yang dijalankan oleh orang Jepang.
Begitu juga dengan sebaliknya, orang jepang juga merasakan hal yang sama. Sungguh aneh apa yang yang menjadi prinsip dan cara hidup orang Indonesia.
Salah satu orang Jepang yang menyempatkan dirinya untuk merangkum dan mencatat sisi aneh dan absurd orang Indonesia dengan kacamata Jepangnya adalah Hisanori Kato.
Alumnus Departemen Filsafat, Universitas Hosei, Tokyo ini, berdasarkan pengkuannya, mengenal Indonesia dan budaya masyarakatnya setelah berinisiatif untuk ke luar negeri dikarenakan kebosanan yang ia rasakan di tengah-tengah kesibukan kerjanya di negara matahari tersebut.
Sampai suatu hari Kato, menemukan sebuah kolom iklan lowongan kerja sebagai pengajar orang Jepang, dari sekolah internasional yang berada di Jakarta. Akhirnya ia memutuskan untuk melawat ke Indonesia.
Sebagai orang Jepang yang telah terlatih untuk disiplin dalam berbagai persoalan hidup, tidak sekedar bekerja dan melaksanakan tugas-tugas penting lainnya, melainkan gaya hidup pula, Kato merasa heran dengan sikap orang Indonesia.
Dalam pertemuannya dengan berbagai latar belakang masyarakat di Indonesia, satu hal yang cukup meresahkan dirinya, yaitu ketika kebanyakan orang Indonesia lebih sering mengucapkan kata “tak apa-apa”.
Sebuah kalimat yang secara bahasa bisa bermakna dengan maksud kesan untuk mentolelir sesuatu hal.
Sebenarnya kalimat tersebut tidak mempunyai problematika yang mendasar dan serius, akan tetapi dalam pandangan pengelana Jepang ini merasa ada yang tidak beres dengan orang Indonesia.
Pengalamannya dalam berinteraksi dengan orang Indonesia ia rangkum dalam sebuah buku yang diberi judul “Indonesia di Mata Orang Jepang”.
Menurutnya kalimat “tak apa-apa” yang sering diucapkan orang Indonesia justru bermasalah karena diucapkan dalam konteks yang semestinya “apa-apa”.
Beberapa kondisi yang semestinya diperhatikan secara seksama dan serius sehingga tidak bisa ditolelir, sedangkan orang Indonesia berkata “tak apa-apa”.
Dalam catatan Kato diantaranya adalah saat internet tidak nyambung, orang Indonesia bilang “tak apa-apa”. Padahal, jika sambungan Internet merupakan suatu kebutuhan untuk menyelesaikan sebuah tugas dan sedang dibutuhkan, jelas sekali kalimat tersebut tidak rasional untuk diucapkan.
Hal yang sama, dalam catatan Kato, diantaranya adalah ketika ada teman yang mengingkari janjinya dan saat Bus yang ditunggu-tunggu terlambat datang, orang Indonesia akan bilang “tak apa-apa”.
Kalimat yang diucapkan oleh orang Indonesia tersebut, menurut Kato sangat mengherankan. Orang Indonesia justru mentolelir dan tidak mempermasalahkan sesuatu yang sebenarnya mempunyai akar persoalan yang berkaitan dengan kebutuhan dirinya.