Frensia.id – Tahun 2015 lalu, dunia sastra Indonesia dikejutkan oleh sebuah novel penuh teka-teki berjudul Hypnotic Killer.
Ditulis oleh Eko Hartono dan diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo, novel ini menghadirkan cerita yang bukan hanya menegangkan, tetapi juga memikat pembaca lewat alur misterius yang sulit ditebak.
Novel ini bukan sekadar karya fiksi biasa; ia mengajak pembaca menyelami kengerian yang terasa begitu nyata.
Di balik kisahnya, Hypnotic Killer memperkenalkan tokoh Wahyu, seorang pemuda yang mendadak menemukan “bakat terpendam” sebagai penulis cerpen misterius.
Semua bermula ketika Wahyu secara tidak sengaja membeli sebuah mesin ketik tua. Mesin tersebut, meskipun tampak usang, memiliki daya tarik yang tidak biasa—seakan menyimpan kekuatan yang sulit dijelaskan.
Konon, mesin ketik itu adalah peninggalan seorang penulis terkenal yang telah lama menghilang secara misterius. Tanpa disadari, Wahyu mulai menulis cerpen-cerpen yang aneh.
Kata-kata mengalir begitu saja, seolah mesin itu sendiri membimbing tangannya. Namun, apa yang ia tulis bukan sekadar cerita rekaan. Perlahan, cerpen-cerpen itu menjadi semacam ramalan kelam yang berakhir menjadi kenyataan.
Salah satu cerpen Wahyu menceritakan tentang Safira, seorang wanita muda yang tewas mengenaskan di rumah kontrakannya.
Pembaca akan merasakan merinding ketika Safira benar-benar ditemukan tak bernyawa di dunia nyata, persis seperti yang dituliskan Wahyu. Kemudian ada Wardoyo, pemilik kafe, yang kisahnya berakhir tragis dengan tubuh tertusuk pisau.
Begitu pula dengan Rahmad, seorang guru yang mati mengenaskan setelah dipatok ular berbisa—lagi-lagi persis seperti yang tergambar dalam cerpen Wahyu.
Yang membuat situasi semakin ganjil adalah fakta bahwa polisi tidak pernah menemukan petunjuk apa pun di tempat kejadian perkara (TKP).
Tak ada jejak, tak ada bukti, seolah-olah kematian-kematian itu terjadi begitu saja. Namun, satu hal yang selalu ada di setiap kasus adalah cerpen karya Wahyu.
Cerpen yang tak hanya menceritakan kematian, tetapi meramalkan peristiwa dengan detail mengerikan.
Pembaca pun mulai bertanya-tanya, apakah mesin ketik itu benar-benar memiliki kekuatan supranatural? Ataukah Wahyu sendiri yang tanpa sadar telah menjadi pelaku di balik setiap kematian?
Eko Hartono berhasil menyusun ketegangan demi ketegangan dengan cermat. Setiap bab menyisakan tanda tanya besar, mengundang pembaca untuk terus membuka lembar demi lembar dengan harapan menemukan jawaban.
Namun, seperti jaring laba-laba, alur cerita justru semakin kompleks dan menyesakkan.
Hypnotic Killer bukan hanya mengisahkan horor fisik, tetapi juga ketakutan psikis—ketakutan tentang seberapa jauh imajinasi seseorang bisa mempengaruhi realitas.
Dengan gaya penulisan yang tajam, Eko Hartono membawa pembaca masuk ke dalam dunia Wahyu, di mana batas antara fiksi dan kenyataan menjadi begitu tipis, nyaris tak kasat mata.