Haruskah Kita Anti Tambang?

Kamis, 30 Januari 2025 - 06:34 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Hilir mudik pertambangan selalu menjadi topik yang memicu perdebatan. Di satu sisi, tambang adalah sumber daya penting yang menunjang kehidupan modern. Banyak aspek dalam kehidupan kita yang bergantung pada hasil tambang, mulai dari listrik, infrastruktur, hingga perangkat elektronik yang kita gunakan sehari-hari. Oleh karena itu, melarang tambang sepenuhnya bukanlah solusi yang bijak.

Namun, di sisi lain, industri tambang juga sering kali menimbulkan berbagai dampak negatif, terutama jika dikelola secara serampangan. Eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan aspek lingkungan dan hak-hak masyarakat sekitar telah menyebabkan banyak persoalan, mulai dari bencana ekologis hingga konflik sosial. Lebih buruk lagi, dalam beberapa kasus, tambang justru menjadi alat bagi segelintir elite untuk memperkaya diri tanpa mempertimbangkan kesejahteraan rakyat.

Belakangan ini, muncul fenomena baru yang lebih mengkhawatirkan: organisasi keagamaan dan kampus mulai terseret dalam pengelolaan tambang. Padahal, kedua institusi ini memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam masyarakat. Keikutsertaan mereka dalam bisnis tambang bukan hanya tidak ideal, tetapi juga berpotensi menimbulkan berbagai masalah serius.

Pertama, pengelolaan tambang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh organisasi keagamaan atau kampus. Industri pertambangan bukan sekadar menggali dan menjual mineral, tetapi melibatkan aspek teknis, manajerial, dan regulasi yang kompleks. Jika lembaga yang tidak memiliki kompetensi dalam bidang ini dipaksa mengelola tambang, maka risiko kesalahan dan penyimpangan menjadi sangat besar.

Baca Juga :  Kampus Kebelet Kelola Tambang

Kedua, keterlibatan organisasi keagamaan dan kampus dalam bisnis tambang bisa mengancam independensi mereka. Lembaga keagamaan seharusnya berfungsi sebagai penjaga moral masyarakat dan pengkritik kebijakan negara yang tidak adil.

Begitu juga dengan kampus yang idealnya menjadi pusat akademik yang objektif dan bebas dari kepentingan politik maupun bisnis. Ketika mereka masuk ke dalam dunia pertambangan, ada risiko besar bahwa mereka akan kehilangan keberanian untuk mengkritik kebijakan negara, terutama jika kepentingan ekonomi mereka terlibat di dalamnya.

Ketiga, keterlibatan mereka dalam tambang dapat menciptakan konflik kepentingan. Bayangkan jika sebuah kampus yang memiliki izin tambang kemudian harus melakukan penelitian tentang dampak lingkungan akibat industri pertambangan. Bagaimana kita bisa yakin bahwa hasil penelitian tersebut akan tetap objektif?

Hal yang sama berlaku untuk organisasi keagamaan yang selama ini menjadi suara moral dalam berbagai isu sosial. Ketika mereka terlibat dalam bisnis tambang, akankah mereka tetap lantang menyuarakan keadilan bagi masyarakat yang terdampak eksploitasi sumber daya alam?

Keempat, keterlibatan lembaga-lembaga ini dalam bisnis tambang juga berpotensi mencederai kepercayaan publik. Selama ini, banyak orang mempercayai kampus dan organisasi keagamaan sebagai entitas yang memperjuangkan nilai-nilai moral dan keilmuan. Namun, ketika mereka masuk ke dalam dunia bisnis tambang, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan pada netralitas dan integritas mereka.

Baca Juga :  Gembok Kehidupan, Dibandrol 1 Juta

Jadi, haruskah kita anti tambang? Jawabannya tidak sesederhana itu. Tambang bukanlah sesuatu yang harus ditolak mentah-mentah, tetapi juga bukan sesuatu yang bisa dikelola sembarangan. Pengelolaan tambang yang baik harus berpegang pada prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kepentingan rakyat, bukan hanya keuntungan segelintir pihak.

Kita bisa mengambil analogi poligami. Menolak poligami sepenuhnya tentu tidak tepat, karena dalam hukum Islam, poligami diperbolehkan dalam kondisi tertentu. Namun, yang kita tolak adalah praktik poligami yang tidak adil, yang hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan yang lain.

Begitu pula dengan tambang. Keberadaan tambang bukan masalah, tetapi praktik pertambangan yang serampangan, merusak lingkungan, dan hanya menguntungkan segelintir orang adalah hal yang harus kita kritisi. Bukanlah keberadaan tambang itu sendiri yang ditentang, melainkan cara pengelolaannya yang tidak manusiawi dan tidak adil.

Terutama, keterlibatan organisasi keagamaan dan kampus dalam bisnis tambang adalah sebuah langkah yang patut dipertanyakan. Selain tidak memiliki keahlian dalam bidang ini, keterlibatan mereka juga dapat merusak independensi, menciptakan konflik kepentingan, dan mengikis kepercayaan publik.

Jika negara memang serius ingin mengelola tambang dengan baik, seharusnya dikelola oleh pihak yang memiliki kompetensi dan tetap dalam koridor konstitusi serta kesejahteraan rakyat. Bukan malah menyeret lembaga yang seharusnya berperan sebagai pengawas dan pengkritik negara ke dalam pusaran bisnis yang berisiko tinggi.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?
Ramadhan dan Negeri yang Gemar Menunda
BBM Dikadali, Negara ke Mana?
Retret, Loyalitas, dan Ironi Omon-omon Efisiensi
Sebiji Beras, Sebait Shalawat
Cak Imin dan Revolusinya
Ekoliterasi dan Tafsir Hijau Quraish Shihab
Jatuhnya Nicolae Ceausescu, Pelajaran bagi Pemimpin Masa Kini

Baca Lainnya

Rabu, 12 Maret 2025 - 08:30 WIB

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?

Selasa, 11 Maret 2025 - 12:23 WIB

Ramadhan dan Negeri yang Gemar Menunda

Kamis, 27 Februari 2025 - 10:00 WIB

BBM Dikadali, Negara ke Mana?

Selasa, 25 Februari 2025 - 12:10 WIB

Retret, Loyalitas, dan Ironi Omon-omon Efisiensi

Selasa, 25 Februari 2025 - 06:01 WIB

Sebiji Beras, Sebait Shalawat

TERBARU

Kolomiah

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?

Rabu, 12 Mar 2025 - 08:30 WIB

Kolomiah

Ramadhan dan Negeri yang Gemar Menunda

Selasa, 11 Mar 2025 - 12:23 WIB

Religia

Tiga Tingkatan Puasa: Syariat, Thoriqoh, Hakikat

Selasa, 11 Mar 2025 - 10:05 WIB