Frensia.id – Sudah lumrah terjadi di Indonesia perbedaan pendapat mengenai ketetapan awal bulan dalam kalender Hijriah. Hal ini sering terjadi ketika menentukan awal bulan Ramdhan dan awal bulan Syawal.
Pemerintah Indonesia sendiri mempunyai Badan Hisab Rukyat Departemen Agama dibawah Kementerian Agama yang mempunyai fungsi melakukan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Hisab dan Rukyat. Hal ini sebagaimana Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 56 Tahun 2010 tentang Pembentukan Pengurus Badan Hisab dan Rukyat.
Hisab dan Rukyat dari badan tersebutlah yang digunakan Pemerintah dalam menentukan awal buldan dalam Halender Hijriah, termasuk awal Ramadhan dan Syawal. Untuk menentukan awal bulan kalender Hijriah, dibutuhkan wawasan pengetahuan ilmu falak.
Ilmu falak merupakan salah satu cabang dari ilmu astronomi yang secara khusus mengkaji tentang peredaran benda-benda langit seperti matahari dan bulan. Sementara metode yang biasanya digunakan dalam menentukan awal bulan ada dua, yakni metode Hisab dan Rukyat.
Rukyat merupakan metode dalam menentukan awal bulan dengan cara melihat dan mengamati bulan atau hilal (anak bulan) saat matahari terbenam. Sedangkat Hisab adalah metode menentukan awal bulan dengan cara menghitung waktu dan kedudukan matahari di saat-saat tertentu.
Adapun metode hisab yang digunakan di Indonesia dalam menentukan awal bulan Ramadhan mempunyai 3 sistem hisab sebagaimana disusun dalam buku saku Hisab Rukyat sebagai berikut.
Hisab Urfi
Hisab Urfi merupakan sistem hisab yang sangat sederhana, sebab sistem ini hanya didasarkan pada garis-garis besar waktu peredaran bulan mengelilingi bumi saja. Dalam sistem Hisab Urfi umur bulan senantiasa bergantian antara 30 hari dan 29 hari.
Untuk bulan ganjil 30 hari dan 29 hari untuk bulan genap, kecuali untuk bulan Dzulhinah ketika tahun kabisat diberi umur 30 hari.
Akan tetapi sistem hisab urfi sudah dikategorikan pada hisab yang tidak dapat digunakan untuk menentukan awal bulan, karena sifat pekiraan perhitungannya masih terbilang kasar.
Hisab Taqribi
Hisab Taqribi merupakan sistem perhitungan posisi benda langit berdasarkan gerak rata-rata benda langit itu sendiri, sehingga hasilnya cenderung mendekati kebenaran.
Dalam sistem hisab taqribi, umur bulan tidak tentu selalu bergantian antar 30 hari dan 29 hari, akan tetapi yang menjadi acuan adalah ijtima’. Antara ijtima’ terjadi sebelum Matahari terbenam atau setelah Matahari terbenam.
Apabila ijtima’ tersebut terjadi sebelum matahari terbenam, sudah bisa dipastikan saat matahari terbenam hilal sudah di atas ufuk (positif). Sementara sebaliknya, jika ijtima’ terjadi setelah matahari terbenam, maka ketika matahari terbenam dipastikan hilal masih di bawah ufuk (negatif).
Hisab Hakiki
Hisab hakiki merupakan sistem penentuan awal bulan dengan cara penentuan kedudukan bulan saat terbenam. Cara atau proses menentukan terjadinya ghurub matahari untuk suatu tempat. Sehingga dapat diperhitungkan bujur matahari, bujur bulan, dan data-data yang lain dengan koordinat ekliptika (ijtima’).
Perhitungan ini diproyeksikan untuk mengetahui jarak sudut lintasan matahari dan bulan pada saat terbenamnya matahari. Sehingga dapat ditentukan berapa tinggi bulan disaat matahari terbenam dan nilai azimuthnya.
Data yang dipakai dalam hisab ini sangat beraneka ragam sesuai dengan kepustakaan yang digunakan.