Frensia.id- Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan merupakan seorang ulama’ Salafi asal Arab Saudi. Ia pernah menjabat sebagai anggota kehormatan dari Komite Tetap untuk Penelitian dan Fatwa Islam di Arab Saudi sejak 15 Rajab 1412 H. Secara khusus, ia pernah banyak membahas tentang hal yang perlu dihindari saat berpuasa.
Kitab yang berjudul Majalis Syahri Ramadhan Al Mubarok adalah karya besarnya fokus membahas ibadah-ibadah di bulan puasa. Dari penjelasannya salah satu, dapat diketahui bahwa hal yang perlu dilatih sebelum berpuasa adalah lisan.
Ia mengawali penjelasannya dengan berdasar pada hadist di bawah ini;
فإن سابه أحد أو شاتمه فليقل اني صائم
“Jika ada yang mencelanya atau mencaci makinya, hendaknya dia katakana, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa”
Menurutnya, terdapat beberapa interpretasi terhadap makna hadis ini. Interpretasi pertama, menyatakan bahwa ungkapan “inni shaim” (saya sedang puasa) diucapkan secara lisan, di mana seseorang mengatakan kepada orang yang memprovokasi atau mengejeknya bahwa dia sedang dalam keadaan berpuasa.
Dengan demikian, dalam konteks ini, artinya adalah, “Seandainya aku tidak sedang berpuasa, mungkin aku akan membalas cacianmu.”
Sedangkan interpretasi kedua menyatakan bahwa kalimat ini diucapkan dalam hati dan pada dirinya sendiri. Seorang yang berpuasa perlu mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia sedang berpuasa. Agar ada motivasi untuk menahan dirinya dalam membalas orang yang mencaci atau mencela dirinya.
Penjelasan tersebut menunjukkan pentingnya menjaga lisan dan perilaku, baik saat berpuasa maupun, sebenarnya juga di saat tidak berpuasa. Hadis ini menjadi pedoman untuk memahami pentingnya menjaga lisan dari perkataan yang menyakitkan atau merugikan orang lain, seperti celaan, caci maki, ghibah, dan adu domba.
Jadi meskipun dalam beberapa konteks hukum Islam, membalas dengan cacian semisal dapat dibenarkan. Hanya saja, seseorang yang berpuasa tetap menahan diri dari tindakan tersebut karena hal itu dapat mempengaruhi kesucian puasanya.
Dengan demikian, hadis dijelaskan oleh syech Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan dapat menjadi landasan yang penting dalam memahami kewajiban menjaga lisan. Lidah yang merasakan kenikmatan saat berbicara, namun jika tak terjaga, dapat menyakitkan dan menyebabkan penderitaan yang besar.