Asal Muasal Dirayakan Hari Raya Idul Fitri, Berikut Dua Alasan Besarnya!

Ilustrasi Sejarah Idul Fitri (Freepik, @mithun1316)

Frensia.id- Kenapa hari raya Idul Fitri harus dirayakan secara serentak dan berbondong? Tentu ada ajaran yang melatar belakanginya.

Gemerlap cahaya malam, kumandang takbir dan di wajah setiap umat Islam selalu ada dalam perayaan Idul Fitri.  Tentunya selalu ada lapisan-lapisan yang mendalam dari sejarah perjuangan dan transisi menuju kehidupan yang lebih baik dalam perayaan tersebut.

Setiap detik dalam perayaan ini mengandung makna yang melebihi sekadar puasa sebulan penuh. Lebih dari itu, namun bisa tampak menjadi simbol kemenangan spiritual dan keabadian iman.

Bacaan Lainnya

Sejarah perayaan Idul Fitri memiliki dua alasan mendasar. Pertama, pada tahun ke-2 hijriah, gemuruh perang Badar melahirkan cahaya baru dalam dunia umat Muslim. Kemenangan yang diraih kaum Muslimin tidak hanya mencerminkan kejayaan atas musuh duniawi, tetapi juga kemenangan dalam jiwa.

Di balik meriahnya perayaan Idul Fitri, terdapat histeria perjuangan para sahabat, menyerap kekuatan iman dan semangat untuk mengangkat panji-panji Islam.

Setelah kemenangan di Badar, umat Islam tidak hanya merayakan puasa yang telah mereka penuhi dengan penuh keyakinan, tetapi juga merayakan kedirian dan kegigihan dalam mempertahankan keyakinan mereka.

Kedua, sebelum cahaya Islam menyinari tanah Arab, dan mengubah gemerlap kehidupan jahiliyah. Sebelum Islam datang, ada dua hari perayaan kaum jahiliyah kala itu.

Nabi Muhammad saw mengubah arah dan makna perayaan tersebut dengan memperkenalkan Idul Fitri dan Idul Adha. Dua perayaan ini bukan hanya menggantikan hari raya yang lama, tetapi juga menggantikan budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Dengan demikian, perayaan Idul Fitri menjadi panggilan untuk meninggalkan masa lalu yang suram dan memeluk masa depan yang cemerlang di bawah naungan cahaya Islam.

Alasan yang kedua ini telah diriwayatkan dalam hadist berikut ini;

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda: Kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain. Ketika Nabi Muhammad datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: Kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha” (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i)

KH. Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdlatul Ulama’ di Indonesia dalam kitabnya yang Risalah fil Aqaid merinci bahwa dua hari yang setiap tahunnya dirayakan dengan pesta pora oleh kaum jahiliyah disebut sebagai hari Nairuz dan Marjaan.

Pada hari-hari tersebut, tradisi kaum Persia kuno merayakannya dengan mabuk-mabukan dan tarian meriah. Namun, setelah kewajiban puasa Ramadhan diturunkan, Rasulullah saw menggantikann dengayan hari Idul Fitri dan Idul Adha.

Tujuannya jelas, untuk membawa umat Islam ke arah tradisi yang lebih baik, sejalan dengan syariat Allah SWT.

Imam al-Baihaqi juga mengutip hadist tentang dua hari tersebut dalam As-Sunanul Kubra. Adapun hadis yang nukil adalah sebagaimana berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : مَنْ بَنَى فِى بِلاَدِ الأَعَاجِمِ فَصَنَعَ نَوْرُوزَهُمْ وَمِهْرَجَانَهُمْ وَتَشَبَّهَ بِهِمْ حَتَّى يَمُوتَ وَهُوَ كَذَلِكَ حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda: Barang siapa membangun negeri kaum ajam (selain Arab), kemudian meramaikan hari-hari Nairuz dan Mihrajan mereka, serta meniru mereka hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, maka ia akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat. (Imam al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, juz 9, hal, 234)

Berdasarkan penjelasan di atas, setidaknya Ummat Muslim memahami bahwa perayaan hari raya memiliki sejarah panjang. Semua memiliki tujuan untuk mengembangkan tradisi ke arah yang lebih baik.