Frensia.id- Berdasarkan riset, Selain Iwan Fals, setidaknya ada 8 tokoh dalam dunia musik nusantara yang pernah getol menulis dan menyanyikan lagu perlawanan. mereka juga dapat dianggap musisi yang menggerakkan budaya demokrasi di Indonesia.
Muhammad Yusran Darmawan, seorang akademisi asal universitas IPB pernah menulis riset dengan judul, “Iwan Fals, Music, and the Voice of Resistance”. Temuannya telah diterbitkan dalam I-Pop: International Journal of Indonesian Popular Culture and Communication pada tahun 2020 kemarin.
Penelitian Yusran ini merinci setidaknya ada sembilan legenda musik yang sering membawakan lagu perlawanan di Indonesia. Kesembilan orang ini yang catat sejak era Orba. Adapun mereka adalah sebagaimana beriku;
Mogi Darusman
Mogi Darusman lahir 23 Januari 1947 dan wafat 18 September 2007. Ia adalah seorang penyanyi dan musikus asal Indonesia yang menonjol karena kritik sosialnya terhadap rezim Orde Baru. Melalui lirik lagunya, Mogi dengan tegas menyuarakan ketidakpuasan terhadap situasi politik dan sosial di era tersebut.
Dengan gaya musik yang unik dan lirik yang penuh makna, Mogi Darusman menjadi figur berpengaruh dalam sejarah musik Indonesia, khususnya dalam perjuangan melawan rezim otoriter. Beberapa lagunya yang kritis ada di beberapa album seperti dalam Aje Gile dan Pusing.
Gombloh
Gomblo adalah musisi berpengaruh dari Surabaya, dikenal bukan hanya karena bakat musiknya yang luar biasa. Bukan hanya itu, ia juga dikenal lagu kritik tajamnya terhadap pemerintah.
Meskipun demikian, sepanjang perjalanan karier musiknya yang signifikan, ia hanya sempat merilis enam album. Karya-karyanya tetap dikenang dan dihargai hingga kini, lagu-lagunya juga banyak dinyanyikan ulang seperti yang berjudul, Gebyar dan Lestari Alamku.
Leo Kristi
Leo Kristi yang memiliki nama lengkap H. Leo Imam Sukarno lahir 8 Agustus 1949 dan wafat 21 Mei 2017. Ia adalah seorang musisi pengelana yang sangat menikmati karier musiknya di jalanan.
Sosoknya dikenal sebagai dekat dengan Gombloh dan Franky Sahilatua. Melalui karya-karya mereka, rekan-rekannya tetap menyuarakan isu-isu tentang alam, cinta, dan sosial dengan lantang. Beberapa lagu yang pernah dinyanyikannya adalah Nyanyian Fajar dan Nyanyian Tanah Merdeka.
Fanky Sahilatua
Nama lengkapnya adalakh Franklin Hubert Sahilatua. Ia lahir 16 Agustus 1952 dan wafat 20 April 2011.
Ia merupakan sosok penyanyi balada keturunan Maluku yang berasal dari Surabaya, Indonesia. Karena lagunya yang kritis, ia pernah diangkat sebagai duta buruh migran Indonesia oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama Nini Carlina.
Bimbo
Sebenarnya, Bimbo lebih produktif dibandingkan Iwan Fals. Bimbo telah merilis 50 album. Namun, lirik lagu-lagu Bimbo didasarkan pada puisi-puisi yang ditulis oleh Taufik Ismail. Jika dilihat dari sisi orisinalitas, Iwan Fals sebenarnya lebih produktif karena ia menulis hampir semua lagunya sendiri.
Namun ia juga tenar dengan lagu-lagu perlawanannya. Beberapa lagu yang kritis, diantaranay berjudul, Kenapa Hutanku Kau Bakar?, Saya Cinta Buatan Indonesia dan Kampanye Pemilu ‘82.
Ebiet G Ade
Nama lengkapnya adalah Haji Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far. Ia adalah seorang penyanyi-penulis lagu Indonesia.
Ebiet terkenal dengan lagu-lagunya yang mengangkat tema alam dan penderitaan kelompok yang terpinggirkan. Beberapa lagu yang beraroma perlawanan, diantaranya adalah Zaman, Tokoh-Tokoh, Surat dari Desa, dan Berita Kepada Kawan.
Harry Roesli
Memiliki nama lengkap, Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli. Ia dikenal lahir 10 September 1951 dan wafat 11 Desember 2004).
Amat berprestasi. Ia menciptakan warisan dalam musik kontemporer yang menonjol, tidak hanya sebagai medium seni. Akan tetapi juga sebagai alat untuk menyampaikan kritik sosial yang tajam.
Melalui karya-karyanya di teater musik lenong, dia secara konsisten menggambarkan dan mengkritik isu-isu sosial yang relevan dengan cara yang unik dan berani. Beberapa lagunya yang terkenal, yakni Cas Cis Cus, dan Orang Basah.
Rhoma Irama
Ia terkenal sebagai raja Dangdut. Selama masa reformasi, Rhoma Irama jarang disebut oleh aktivis mahasiswa karena lagu-lagu kritis yang dibuatnya pada tahun 1980-an.
Hal ini mungkin juga dipengaruhi oleh fakta bahwa penggemar Rhoma umumnya berasal dari daerah pedesaan, sedangkan gerakan reformasi diprakarsai dan didorong oleh kelas menengah perkotaan yang merasa tidak nyaman dengan kebijakan pemerintah.
Walaupun tokoh di atas juga tenar sebagai musisi perlawanan, namun menerut Yusron, tentu belum sepenuh dapat disamakan dengan Iwan Fals. Dalam pandangannya, Iwan Fals lah yang mewakili gairah perlawanan rakyat Indonesia.