Frensia.id- Buku Melanjutkan Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur karya A. Muhaimin Iskandar adalah upaya takzim untuk menghidupkan kembali ruh perjuangan Gus Dur, tokoh pluralisme yang melampaui batas-batas tradisi, budaya, dan keyakinan.
Diterbitkan oleh Lkis Pelangi Aksara pada 1 Januari 2010, buku setebal 200 halaman ini menyajikan kumpulan tulisan Cak Imin—begitu ia akrab disapa—yang pernah dimuat di berbagai media massa, sebuah kolase pemikiran yang menggugah dan mendalam.
Cak Imin mengurai Gus Dur sebagai sosok yang tak sekadar menjadi pemimpin politik, tetapi juga mubaligh kemanusiaan. Dalam perspektifnya, tugas seorang mubaligh sejati bukan hanya menyampaikan ajaran agama, tetapi juga menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Gus Dur, dalam pandangan buku ini, bukanlah ulama yang terperangkap dalam sekat hukum dan norma yang kaku. Ia adalah penyambung lidah Tuhan yang menerjemahkan pesan-pesan ketuhanan ke dalam bahasa kasih sayang dan empati kepada sesama manusia.
Buku ini menggambarkan Gus Dur sebagai juru dakwah yang mengangkat harkat kemanusiaan tanpa memandang latar belakang etnis, agama, atau budaya. Dengan tulisannya, Cak Imin menghidupkan kembali percikan-percikan kebijaksanaan Gus Dur yang sering kali melawan arus dominan.
Gus Dur tidak ragu menantang kemapanan untuk membela kaum marginal, sebuah keberanian yang menurut Cak Imin menjadikan Gus Dur sebagai figur “mubaligh” yang benar-benar mendedikasikan dirinya untuk misi kemanusiaan.
Melalui narasi yang cair namun tegas, Cak Imin mengingatkan pembaca bahwa pluralisme bukanlah konsep abstrak, melainkan kenyataan yang membutuhkan komitmen. Pemikiran Gus Dur, sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, menyiratkan pesan bahwa agama bukanlah semata-mata simbol dan hukum, tetapi juga dialog antarmanusia yang memanusiakan.
Gus Dur dengan luwes menyambungkan berbagai gagasan dari lintas budaya dan agama, menciptakan harmoni yang melampaui batas.
Salah satu kekuatan buku ini adalah keberhasilannya memotret Gus Dur sebagai pribadi yang humanis. Cak Imin tidak hanya berbicara tentang gagasan besar Gus Dur, tetapi juga menunjukkan bagaimana nilai-nilai itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Gus Dur yang menyapa dengan senyum, Gus Dur yang melucu di tengah debat panas, Gus Dur yang tetap tenang di tengah badai konflik. Semua itu menghadirkan gambaran tentang seorang mubaligh yang kehadirannya membawa kesejukan.
Namun, buku ini juga mengandung kerinduan. Dalam setiap kalimat, terasa betapa Cak Imin berusaha menjaga api perjuangan Gus Dur tetap menyala. Ada semacam harapan agar generasi penerus tidak hanya mengenang Gus Dur sebagai tokoh besar, tetapi juga meneruskan perjuangannya.
Dalam kata pengantarnya, Cak Imin menyebut Gus Dur sebagai “pemayung semua aspirasi,” sebuah ungkapan yang menegaskan bahwa visi Gus Dur adalah untuk semua, tanpa terkecuali.
Melanjutkan Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur adalah buku yang memotret pemikiran Gus Dur dengan penuh hormat, tetapi juga mengundang refleksi. Ia bukan sekadar bacaan, melainkan ajakan untuk merenungkan kembali makna keberagaman dan kemanusiaan di tengah dunia yang semakin terpolarisasi.
Melalui buku ini, Cak Imin tidak hanya menulis, tetapi juga memanggil kita semua untuk melanjutkan perjalanan Gus Dur: menjadi mubaligh kemanusiaan di jalan Tuhan.