Frensia.id- New Left Populism merupakan karya dari Chantal Mouffe yang paling penting dalam memberikan keseimbangan di tengah-tengah dinamika demokrasi dewasa ini.
Dalam bukunya tersebut yang pertama kali terbit pada tahun 2018, Moeffe mencoba menegaskan bahwa populis kiri harus turut andil dalam kontestasi politik, agar mampu mengimplementasikan nilai-nilai ideal dan visi progresif yang hendak diketengahkan.
Hal lain yang juga dianggap signifikan akan keterlibatan dari populis kiri dalam medan kekuasaan adalah posisinya yang mampu menahan akan hasrat dari populis kanan yang cenderung menampilkan politik identitas, melalui sentimen rasial, keagamaan, kesukuan, xenofobik, intoleransi dan lain sebagainya.
Dalam pengantar bukunya ini, Moeffe sempat memberikan alasan yang menjadikan dirinya untuk merumuskan gagasannya tersebut.
“pada mulanya buku ini muncul dari keyakinan saya bahwa merupakan hal mendesak bagi gerakan kiri untuk merengkuh watak krisis dan tantangan hari ini yang ditunjukkan dengan adanya “momen populis. Kita sedang menyaksikan krisis formasi hegemoni neoliberal dan krisis ini membuka kemungkinan untuk membentuk tatanan yang lebih demokratik”, jelasnya.
Moeffe mencoba menjelaskan, lewat bukunya ini, bahwa demokrasi merupakan medan kontestasi yang berlandaskan pada prinsip kesetaraan dan kedaulatan rakyat. Dimana kemungkinan sebuah tatanan bisa saja terjadi, apakah lebih demokratis atau justru totaliter.
Lewat New Left Populisme, terdapat gagasan penting Mouffe yang bisa digaris bawahi, sebagai kontribusinya terhadap sistem demokrasi.
Sekalipun pikiran yang ia tuangkan dalam bukunya tersebut berdasarkan konteks Eropa Barat, akan tetapi tetap saja mempunyai nilai relevansi terhadap negara-negara yang menganut sistem demokrasi termasuk di Indonesia.
Pertama, upaya untuk melakukan demonisasi terhadap populisme kanan adalah tindakan yang iirasional dan tidak mempunyai manfaat apapun.
Sekalipun kubu kanan dianggap tidak masuk akal, tetapi tugas dari kubu kiri bukanlah menegaskan bahwa dirinya yang paling rasional. Melainkan mengajukan strategi dan praktik yang dapat menyentuh aspek afeksi warg negara agar tertarik dan mau terlibat dengan proyek politik kiri.
Kedua, kubu kiri harus keluar dari esensialisme kelas. Oleh karena itu, populisme kiri harus mengonstruksi kehendak kolektif sebagai aliansi rakyat yang termarginalkan secara struktur ekonomi-politik, seperti komunitas LGBT, kaum buruh, gerakan perempuan, ekologis, kaum miskin dan lain sebagainya.
Tidak lagi terpaku dengan teori tententu, seperti halnya mengistimewakan kelas pekerja. Populis kiri harus mengamati bagaimana orang-orang dalam kenyataan.
Selain dua hal tersebut, perlu ditegaskan bahwa buku New Left Populism ini merupakan strategi praktis-praktis yang diperuntukkan untuk kubu kiri agar bangkit dari keterpurukannya dan terlibat dalam medan kontestasi demokratik.