Dari Idul Fitri hingga Idul Adha: Agama Tak Pernah Lupa Kemanusiaan

Kamis, 5 Juni 2025 - 20:46 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id Agama bukan sekadar susunan kewajiban yang menuntut pelaksanaan, melainkan jalan kehidupan yang menuntun kesadaran. Ia bukan sekadar langit yang tinggi, tetapi juga tanah tempat kaki berpijak. Maka bila seseorang mengaku berjalan menuju Tuhan, ia tak boleh melewatkan manusia di sepanjang jalan itu.

Dalam Islam, dua hari raya besar menjadi pengingat bahwa agama tak pernah berpaling dari kemanusiaan. Idul Fitri, yang datang setelah Ramadan, bukan sekadar penanda usainya puasa. Ia adalah perayaan kemenangan atas diri sendiri. Tetapi lebih dari itu, ia adalah kemenangan yang dibagi, bukan dirayakan sendiri.

Di sana ada zakat fitrah—bentuk paling nyata dari kepedulian yang dilembagakan dalam ibadah. Sebelum salat dimulai, sebelum takbir dikumandangkan, orang-orang diperintahkan mengingat mereka yang barangkali tak punya apa-apa untuk dirayakan.

Zakat fitrah adalah jalan agar kegembiraan tidak menjadi milik eksklusif mereka yang berkecukupan. Ia adalah titian agar mereka yang serba kekurangan pun ikut duduk dalam satu hamparan hari raya. Ini bukan soal pemberian, tetapi pemulihan. Sebab kegembiraan yang tak adil adalah luka yang tersembunyi. Dan agama tak rela luka itu dibiarkan menganga di tengah gema takbir.

Baca Juga :  Ragam Ukuran Kemampuan Berqurban: Telaah Lintas Mazhab

Lalu Idul Adha datang. Hari raya ini dikenang lewat kisah pengorbanan. Tapi agama tak berhenti pada kisah. Ia melangkah lebih jauh: menyuruh menyembelih hewan, dan membagikan dagingnya kepada yang membutuhkan. Ritual ini bukan semata-mata simbol ketakwaan, tetapi juga gerakan sosial yang nyata. Daging qurban tak boleh ditimbun untuk diri sendiri. Ia mesti berpindah tangan, dari yang mampu kepada yang kurang. Dari mereka yang berlebih kepada yang tak punya.

Inilah wajah agama yang seimbang—antara langit dan bumi, antara kesalehan personal dan tanggung jawab sosial. Idul Fitri mengajarkan tentang menahan diri, lalu berbagi. Idul Adha mengajarkan tentang mengorbankan yang dicinta, lalu memberi. Dua-duanya mengajarkan satu hal yang sama: bahwa agama tak pernah mengizinkan kita sampai kepada Tuhan dengan memunggungi sesama.

Dalam setiap ibadah besar Islam, selalu ada unsur pengingat bahwa kita hidup bersama. Bahwa kebaikan bukan hanya soal hubungan vertikal, tapi juga horizontal. Bahwa menyembah Tuhan tak akan pernah lengkap bila hati kita beku terhadap jeritan tetangga, terhadap lapar yang mengintai anak kecil di lorong-lorong sunyi.

Agama, sejatinya, bukan hanya mengatur cara kita beribadah. Ia mengatur cara kita menjadi manusia. Maka dua hari raya ini bukan sekadar selebrasi. Ia adalah cermin. Kita diminta bertanya: sudahkah kita ikut membuat yang lain bergembira? Sudahkah kita tidak menutup mata atas kesusahan orang lain? Karena ukuran kemuliaan bukan pada panjangnya doa, tapi pada seberapa besar kita menjadi jawaban atas doa orang lain.

Baca Juga :  Setelah Ramadhan, Apa Kabar Ibadah Kita?

Dari Idul Fitri hingga Idul Adha, ajaran Islam menuntun kita untuk tidak menjadi individu yang sibuk menggapai surga sendirian. Surga itu luas, dan jalannya dibuka bagi mereka yang rela berbagi, yang tak tega menutup mata ketika ada ketidakadilan, dan yang hatinya resah melihat kebahagiaan yang timpang.

Inilah agama yang tak terjebak dalam ritual kosong. Ia hadir di dapur orang miskin, di tangan yang memberi, di senyum yang ditularkan, dan di rasa syukur yang tak hanya ditumpuk dalam hati, tapi dipecah agar bisa disantap bersama.

Agama, jika benar dipahami, tak akan pernah membiarkan manusia hidup sendirian dalam derita. Sebab agama adalah cahaya yang datang dari langit, tapi tujuannya adalah menerangi bumi.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Ragam Ukuran Kemampuan Berqurban: Telaah Lintas Mazhab
Memenuhi Undangan Allah
Setelah Ramadhan, Apa Kabar Ibadah Kita?
Lima Jawaban Elegan Untuk Pertanyaan Sensitif Saat Lebaran
Dari Mustahik ke Miliarder Kecil, Riset Berikut Ungkap Rahasia Program Zakat di Malaysia yang Sukses Raih RM12.000 per Bulan
Manifesto Zakat: Cinta, Kemanusiaan, dan Keadilan
Mereguk Sahur, Meneguk Cahaya Ramadhan
Ramadhan dan Kita yang Sibuk Sendiri

Baca Lainnya

Kamis, 5 Juni 2025 - 20:46 WIB

Dari Idul Fitri hingga Idul Adha: Agama Tak Pernah Lupa Kemanusiaan

Rabu, 4 Juni 2025 - 21:34 WIB

Ragam Ukuran Kemampuan Berqurban: Telaah Lintas Mazhab

Sabtu, 10 Mei 2025 - 11:32 WIB

Memenuhi Undangan Allah

Rabu, 9 April 2025 - 07:16 WIB

Setelah Ramadhan, Apa Kabar Ibadah Kita?

Selasa, 1 April 2025 - 08:23 WIB

Lima Jawaban Elegan Untuk Pertanyaan Sensitif Saat Lebaran

TERBARU

Religia

Ragam Ukuran Kemampuan Berqurban: Telaah Lintas Mazhab

Rabu, 4 Jun 2025 - 21:34 WIB

Sumber: Istimewa

Regionalia

Kasdam Brigjen TNI Minta Warga Jaga Hasil Pembangunan TMMD

Rabu, 4 Jun 2025 - 17:34 WIB