Daripada Berzina Lebih Baik Menikah : Anomali Idealitas Perkawinan Anak

Selasa, 2 Juli 2024 - 12:08 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id–Perkawinan anak dianggap sebagai persoalan yang serius, namun anehnya justru perkawinan yang juga lazim dikenal dibawah umur ini tidak secara simultan dihindari masyarakat, sebaliknya banyak dilakukan.

“Daripada berzina lebih baik menikah”, adalah salah satu pertimbangan yang kerap kali menjadi alasan logis bagi masyarakat untuk melangsungkan perkawinan bagi anaknya. Harus diakui alasan ini tentu tidak salah, apalagi keduanya baik yang laki-laki dan perempuan sering bermalam dirumah oran tuanya secara bergantian, atau alasan lainnya sering keluar rumah bersama.

Dikalangan masyarakat ungkapan “daripada berzina lebih baik menikah” kerap kali digunakan untuk menekankan pentingnya menjaga moral dan etika dalam hubungan antara pria dan wanita agar selaras dengan ajaran agama serta budaya yang menganggap tidak etis perilaku berduaan tanpa pernikahan, apalagi dalam rumah sendiri.

Pada aspek moral dan agama misalnya, narasi “daripada berzina lebih baik menikah” untuk menghindari perbuatan zina yang dalam agama masuk pada kategoris perbuatan dosa besar, sementara pernikahan adalah langkah yang sah dan diberkati untuk menjalin hubungan cinta laki-laki dan perempuan.

Alasan lainnya pada persoalan tanggungjawab, masyarakat memilih jalur perkawinan agar pasangan memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab satu sama lainnya sebagai sepasang kekasih yang sah, termasuk dalam hal finansial keuangan dan anak. Jika tidak dinikahkan, tidak ada ikatan yang mengikat, sehingga selain liar secara agama juga liar secara tanggungjawab.

Oleh sebab itulah bagi sebagian masyarakat, “lebih baik menikah” sebagai upaya memberikan status yang diakui secara agama, sosial dan hukum, yang dapat memberikan perlindungan hukum. Pandangan ini sering dijadikan alasan kuat dalam mendorong pernikahan sebagai pilihan yang lebih baik daripada hubungan di luar nikah.

Baca Juga :  Evaluasi Flyer Pemerintah di Website Media: Menimbang Maslahat dan Mafsadat dalam Komunikasi Publik

Namun demikian, pertimbangan diatas tidak sepenuhnya tepat sebagai pertimbangan “daripada berzina lebih baik menikah” untuk mendorong perkawinan anak. Kesannya menganggap pernikahan sebagai solusi instan untuk masalah perkawinan. Padahal pernikahan bukanlah hal yang mudah, harus dilihat dari berbagai aspek.

Seperti kesiapan emosional, finansial, atau mental, tanpa ini semua sangat dimungkinkan perkawinan tidak bahagia dan bahkan berujung perceraian. Tidak sedikit di Pengadilan yang awalnya menikah dengan dispensasi kawin, namun akhirnya kembali ke Pengadilan untuk bercerai.

Ungkapan “daripada berzina lebih baik menikah” tidak seutuhnya bisa diterima. Sebab cara pikir semacam ini tidak mengatasi masalah inti. Fokus pada pernikahan sebagai cara untuk menghindari zina mungkin tidak menangani masalah inti seperti pendidikan seksual, nilai-nilai moral, dan kontrol diri.

Oleh karena itu, pernikahan anak yang dipandang sebagai alternatif agar terhindari dari perbuatan zina, diyakini solusi berbagai masalah sosial dan ekonomi tidaklah tepat. Kenyataannya, praktik ini justru mengandung banyak anomali atau ketidakadilan yang bertentangan dengan tujuan dari perkawinan, bahkan cenderung merugikan.

Anomali idealitas dari perkawinan anak ini nampak pada berbagai aspek pertama, kesehatan fisik dan mental, anak perempuan yang menikah dini sering berhadapan dengan resiko kesehatannya, terlebih saat hamil dan persalinan, jelas akan mengancam kesehatan fisik. Kesehatan mental pun tidak luput, anak yang menikah dibawah umur memliki probabilitas mengalami tekanan mental, stres, dan trauma.

Iklilah Muzayyanah, ddk dalam risetnya The Pitfall of Child Marriage Dispensation: A Study of Court The Pitfall of Child Marriage Dispensation: A Study of Court Judgments in East Java mengungkapkan bahwa, kesehatan reproduksi anak perempuan terancam dan berpotensi menyumbang angka kematian ibu dan bayi.

Baca Juga :  Menjaga Alam, Merawat Kehidupan

Kehamilan anak perempuan usia di bawah 15 tahun memiliki risiko 15 kali lebih besar untuk meninggal pada saat melahirkan ketimbang perempuan usia dewasa.

Kedua, Pendidikan yang Terputus. Anak yang menikah dibawah umur sering kali harus memutus pendidikannya. Bahkan dalam riset The Pitfall of Child Marriage Dispensation Pendidikan anak dapat dipastikan terabaikan. Iklilah Muzayyanah melalui risetnya tersebut mengungkapkan hampir seluruh anak usia sekolah yang menikah di usia anak mengalami putus sekolah, domestikasi, dan kehilangan otonomi atas kehidupan dan masa depannya.

Hal ini berpotensi mengurangi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan mandiri secara finansial. Sehingga anomali ketiga adalah aspek Ekonomi, pasangan yang masih muda sering tidak memiliki keterampilan dan kesempatan kerja yang memadai, akibatnya ketergantungan finansial pada keluarganya.

‘Stop perkawinan anak’ mestinya manjadi hastag dan kampanye menolak perkawinan anak. Bukan perkawinannya yang ditolak, sebagai institusi untuk menyalurkan kecendrungan suka sesama jenis yang dihalalkan agama, perkawinan justru dianjurkan. Namun melangsungkan perkawinan bagi anak yang belum memliki kesiapan dalam segala hal, itulah yang ditolak.

Kerjasama Multisektoral melibatkan melibatkan pemerintah, organisasi keagamaan, komunitas lokal, pemuka agama dan tokoh masyarakat dalam upaya pencegahan pernikahan anak, adalah kuncinya. (*)

*Moh. Wasik (Anggota LKBHI UIN KHAS Jember, Penggiat Filsafat Hukum, Anggota Dar al-Falasifah)

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Karpet Merah untuk TNI, Kuburan bagi Reformasi
Post Globalization Militarism: Kajian Interdisipliner tentang Hegemoni Ekonomi, Polarisasi Sosial, dan Tatanan Militerisme Dunia 
Negara atau Rentenir? STNK Mati, Motor Ikut Pergi
Evaluasi Flyer Pemerintah di Website Media: Menimbang Maslahat dan Mafsadat dalam Komunikasi Publik
Menjaga Alam, Merawat Kehidupan
Koalisi Permanen, Jalan Terjal Demokrasi
Menyoal Polemik Pencatatan Perkawinan
Kampus Kebelet Kelola Tambang

Baca Lainnya

Jumat, 21 Maret 2025 - 23:34 WIB

Karpet Merah untuk TNI, Kuburan bagi Reformasi

Kamis, 20 Maret 2025 - 22:06 WIB

Post Globalization Militarism: Kajian Interdisipliner tentang Hegemoni Ekonomi, Polarisasi Sosial, dan Tatanan Militerisme Dunia 

Rabu, 19 Maret 2025 - 05:57 WIB

Negara atau Rentenir? STNK Mati, Motor Ikut Pergi

Kamis, 20 Februari 2025 - 20:45 WIB

Evaluasi Flyer Pemerintah di Website Media: Menimbang Maslahat dan Mafsadat dalam Komunikasi Publik

Kamis, 20 Februari 2025 - 05:58 WIB

Menjaga Alam, Merawat Kehidupan

TERBARU

Kolomiah

Takbir Melawan Korupsi

Senin, 31 Mar 2025 - 10:50 WIB

Gambar Mudik, Kekayaan Spiritual dan Kekayaan Ekonomi (Sumber: Grafis Frensia)

Kolomiah

Mudik, Kekayaan Spiritual dan Kekayaan Ekonomi

Minggu, 30 Mar 2025 - 19:33 WIB