Frensia.id- Di Kaki Bukit Cibalak, karya Ahmad Tohari yang dianggap hebat dalam menggambarkan kemiskinan. Novel ini mengmbil latar kondisi kemiskinan era 1970an.
Saking meneriknya, beberapa akademisi banyak yang tertarik mengkajinya. Salah satunya, Dewi Ratnaningsih. Ia adalah akademisi dari STKIP Muhammadiyah Kotabumi.
Karyanya telah lama terbit. Pada tahun 2017 lalu telah dipublikasi dalam Edukasi Lingua Sastra, volume 15.
Sastra merupakan medium paling efektif bagi seorang pengarang untuk menyampaikan berbagai ide, baik dalam bentuk tanggapan, kritik, sindiran, maupun reaksi terhadap realitas sosial. Karya sastra sering kali mencerminkan kehidupan masyarakat, sehingga melalui karya-karya tersebut, penulis dapat menawarkan sudut pandang beragam mengenai berbagai aspek kehidupan.
Hal ini terlihat jelas dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari, yang dengan sangat baik menyoroti realitas sosial, khususnya kemiskinan yang melanda masyarakat pada tahun 1970-an.
Ahmad Tohari, sebagai pengarang, sangat piawai menggambarkan kondisi masyarakat miskin dalam novel tersebut. Salah satu aspek yang ia soroti adalah bagaimana kemiskinan membuat masyarakat harus berjuang keras hanya untuk bertahan hidup.
Misalnya, dalam novel ini, masyarakat lebih sering mengonsumsi singkong daripada nasi, yang mencerminkan keterbatasan ekonomi mereka. Gambaran ini memberikan kesan mendalam tentang betapa sulitnya kehidupan masyarakat pada masa itu, yang bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan dasar secara layak.
Selain itu, Ahmad Tohari juga menggambarkan kondisi perumahan yang tidak layak sebagai wujud kemiskinan. Masyarakat dalam novel ini digambarkan hidup di rumah-rumah yang jauh dari standar kenyamanan.
Salah satu tokoh dalam novel tersebut, Mbok Rolem, hanya memiliki sehelai pakaian sebagai simbol betapa parahnya kemiskinan yang dialaminya. Gambaran ini sangat jelas menunjukkan bahwa kemiskinan tidak hanya menggerogoti ekonomi masyarakat, tetapi juga martabat dan kesejahteraan mereka.
Melalui penggambaran tersebut, Ahmad Tohari seakan-akan mengajak pembaca untuk merenungkan keadaan sosial yang terjadi pada tahun 1970-an. Menariknya, meskipun novel ini ditulis beberapa dekade yang lalu, realitas kemiskinan yang digambarkan masih relevan hingga sekarang.
Banyak masyarakat di Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, menghadapi tantangan serupa dengan yang digambarkan dalam novel ini, baik dalam hal akses terhadap makanan, perumahan, maupun kebutuhan dasar lainnya.
Secara keseluruhan, Di Kaki Bukit Cibalak bukan hanya sekadar karya sastra, tetapi juga sebuah cermin sosial yang memperlihatkan bagaimana kemiskinan terus menjadi masalah struktural dalam masyarakat Indonesia.
Ahmad Tohari dengan cerdas menangkap kenyataan ini dan menuangkannya dalam cerita yang penuh makna, sekaligus memberikan kritik tajam terhadap situasi sosial-ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat pada masa itu dan hingga saat ini.