Frensia.id – Calon legislatif terpilih tak harus mundur maju Pilkada terus bergulir dan menjadi isu yang berkembang di masyarakat.
Terbaru, Kemendagri Melalui Pelaksana harian Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum menyebutkan Caleg terpilih yang mau pilkada harus menandatangani surat pernyataan akan mundur setelah ditetapkan sebagai pasangan calon.
Seperti KPU RI, pernyataan Dirjen Polpum kemendagri diatas berdasarkan pada Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII2024. Namun, pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri tersebut berbeda dengan sikap KPU RI yang justru memperbolehkan caleg terpilih tak harus mundur maju Pilkada.
Jika dilihat dari amar putusan, Majelis Hakim MK pada Putusan Nomor 12/PUU-XXII2024 dalam Provisi, menolak Permohonan Provisi para Pemohon. Sementara pokok Permohonan: Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.
Namun demikian putusan MK 12/PUU-XXII2024 terdapat dissenting opinion Hakim MK. Terhadap Putusan a quo, terdapat pendapat berbeda dari satu orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Dissenting Opinion Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah berdasarkan pada beberapa argumentasi.
Pertama, seharusnya calon pasangan kepala daerah dimaksud harus menanggalkan statusnya sebagai calon anggota legislatif terpilih. Terlebih, jabatan kepala daerah yang dapat diraih melalui pemilu (elected official) seyogianya tidak dilakukan secara spekulatif, kedua jabatan tersebut merupakan jabatan terhormat.
Kedua, Prinsip fairness dalam suatu Pemilu tidak hanya dimaknai sebagai hak bagi pihak yang akan dipilih. Akan tetapi, pemilih seperti para Pemohon dan rakyat pada umumnya juga harus merasakan prinsip tersebut.
Ketiga, Kendatipun ada anggapan bahwa calon legislatif terpilih yang belum dilantik secara de jure dan secara de facto belum memiliki hak, kewajiban, dan tanggungjawab sebagai anggota legislatif. Namun, sejatinya mereka sudah menjadi anggota legislatif berdasarkan pilihan rakyat dan jika tidak ada aral tinggal menunggu waktu pelantikan.
Keempat, Dalam batas penalaran yang wajar, anggota yang defenitif saja diminta mundur. Apalagi yang baru akan definitif karena sudah mengemban amanah rakyat berdasarkan hasil penetapan rekapitulasi KPU meskipun belum resmi dilantik.
Kelima, Anggota legislatif terpilih tidak menanggalkan statusnya ketika hendak mengikuti pilkada 2024 dapat dipandang sebagai tindakan yang mencederai mandat dan amanah rakyat, serta mempermainkan suara rakyat khususnya dalam pemilu 2024. Suara rakyat adalah suara tuhan atau vox populi, vox dei, sehingga mempermainkan suara rakyat, maka pada dasarnya dia juga sedang mempermainkan suara tuhan.
Dengan adanya dissenting opinion tersebut menunjukkan bahwa persoalan caleg terpilih maju di pilkada tanpa mengundurkan diri menjadi persoalan serius. KPU tentu harus dengan cermat memahami aturan tersebut dan membuat aturan yang bijak dan adil untuk semua. (*)
*Moh. Wasik (Anggota LKBHI UIN KHAS Jember)