Frensia.id- Diteliti, Taman Baluran Situbondo ternyata memiliki kelemahan dalam hal pengelolaannya. Salah satu yang dianggap kurang baik adalah pengelolaan limba dan emisinya. Nilai sangat rendah.
Taman Nasional Baluran merupakan salah satu dari banyak taman nasional yang berada di Indonesia, terletak di wilayah Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur. Penamaannya didasarkan pada Gunung Baluran yang berada di kawasan tersebut.
Sebagai taman nasional, wisata ini merupakan area konservasi alam yang diresmikan oleh pemerintah dan memiliki ekosistem alami yang khas. Pada awalnya, wilayah ini ditetapkan sebagai hutan lindung pada tahun 1930 oleh K.W. Dammerman, Direktur Kebun Raya Bogor saat itu, dengan tujuan melindungi keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
Seiring waktu, pentingnya kawasan ini sebagai habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna semakin disadari. Pada tanggal 25 September 1937, status kawasan ini diubah menjadi suaka margasatwa oleh Gubernur Hindia Belanda.
Ada yang mempopulerkan wisata ini juga disebut sebagai “Africa van Java”. karena memiliki padang savana yang luas, mirip dengan yang ada di Afrika. Di dalamnya, hidup berbagai jenis satwa seperti banteng, kerbau liar, rusa, kijang, dan berbagai spesies burung.
Walaupun disebut sebagai wisata yang basis alam yang dilindungi, ternyata beberapa penelitian menyebutkan pengelolaannya kurang baik. Salah satu penelitian yang mengungkapnya adalah Fanky Fandreawan dan Ayu Purwaningtyas. Keduanya adalah akademisi asal Politeknik Negeri Banyuwangi.
Risetnya telah diberi judul “Analisis Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur Sebagai Destinasi Pariwisata Berkelanjutan”. Hasil temuan telah dipublikasi dalam Jurnal Manajemen Perhotelan dan Pariwisata pada tahun 2024 ini.
Taman Nasional Baluran bagi keduanya mestinya harus baik pengelolaannya. Pasalnya merupakan salah satu cagar biosfer dunia yang diakui oleh UNESCO.
Sayangnya, dalam temuan riset mereka cukup mengecewakan. Sebenarnya, pada aspek konservasi warisan alam, taman nasional ini memperoleh skor tinggi yakni 91,66%. Hal demikian menunjukkan bahwa upaya pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya sangat baik.
Namun, pada aspek pengelolaan sumber daya, Taman Nasional Baluran hanya mendapatkan skor renda yakni 15%. Hal demikian menandakan bahwa pengelolaan di bidang ini masih sangat kurang baik. Bisa saja disebabkan oleh berbagai tantangan seperti kurangnya sumber daya manusia dan keuangan, atau kurang optimalnya strategi pengelolaan yang diterapkan.
Parahnya lagi, pada aspek pengelolaan limbah dan emisi juga mendapatkan skor yang rendah, yaitu 20%. Data ini menunjukkan pengelolaan limbah dan kontrol emisi di Taman Nasional Baluran perlu mendapatkan perhatian serius.
Pengelolaan yang kurang baik dalam aspek ini bisa berdampak negatif pada lingkungan sekitar dan kesehatan ekosistem. Limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari tanah dan air, sementara emisi yang tidak terkendali dapat berkontribusi pada polusi udara.