Frensia.id – Samsul Arifin dan Wisri, dua peneliti asal Universitas Ibrahimi (UNIB) Situbondo, meneliti K.H.R. Ach. Fawaid As’ad pada tahun 2019.
Mereka melihatnya sebagai ulama yang menata bangsa melalui kehidupan nyata. Kiai Fawaid berjuang untuk membawa perubahan bermanfaat bagi umat dengan langkah konkret. Ia percaya bahwa perubahan dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar, bukan dari gagasan yang hanya bersifat wacana.
Kiai Fawaid menekankan bahwa perjuangan tidak ditentukan oleh jabatan, melainkan oleh kontribusi nyata. Ia lebih menitikberatkan pada fungsi dan manfaat seseorang bagi masyarakat.
Pemikirannya mencerminkan sosok kiai yang dekat dengan komunitasnya, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan masyarakat. Keterlibatan aktif dalam kehidupan umat menjadikannya pemimpin yang interaktif dan komunikatif.
Dalam politik, Kiai Fawaid memandangnya sebagai alat perjuangan Nahdlatul Ulama (NU). Kepribadiannya yang terbuka terhadap pengalaman baru berpadu dengan nilai-nilai pesantren Sukorejo, yang menekankan khidmah kepada NU.
Ia berpegang teguh pada kesalehan ritual dan sosial, serta menjadi pelopor perubahan bagi masyarakat. Nilai-nilai ini membentuk prinsip kepemimpinannya, menjadikannya pemimpin yang berjuang bersama rakyat untuk membangun peradaban yang lebih baik.
Nilai merupakan standar keinginan, kebaikan, dan keindahan dalam kehidupan sosial yang bersifat normatif dan evaluatif. Secara psikologis, nilai ini mempengaruhi perilaku seseorang dalam mencapai tujuan.
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang aktif dalam organisasi berbasis keagamaan cenderung memiliki kepercayaan sosial dan komitmen terhadap kebaikan bersama. Sebaliknya, mereka yang tidak terlibat lebih condong pada sikap individualistik dan materialistik.
Ketika terjun ke politik praktis, Kiai Fawaid menjadikannya sebagai sarana perjuangan NU. Ia selalu mendukung partai politik atau kandidat yang memiliki hubungan historis dengan NU dan memperjuangkan kepentingan umat.
Kepribadiannya yang berorientasi pada kemaslahatan sesuai dengan sifatnya yang mudah bergaul dan senang melayani orang lain. Sebagai implementasinya, ia masuk ke dalam partai politik untuk memperbaiki sistem pemerintahan dari tingkat kabupaten.
Dari perspektif psikologi politik, perilaku politik seseorang merupakan hasil interaksi kepribadian dengan lingkungan sosialnya. Penelitian ini mengungkapkan lima dimensi karakteristik kepribadian Kiai Fawaid sebagai tokoh masyarakat Pendhalungan.
Ia dikenal sebagai sosok yang sabar dan ikhlas, memiliki energi dan kepemimpinan yang kuat, terbuka terhadap ide baru, serta disiplin dan taat aturan. Karakteristik ini memengaruhi keputusan politiknya dalam mendukung partai dan kandidat berdasarkan pertimbangan perjuangan NU dan kemaslahatan umat. Dengan pendekatan tersebut, ia berupaya menata bangsa melalui kebijakan dan perubahan sistem dari tingkat daerah ke nasional.