Ganti Menteri, Kenapa Harus Ganti Kurikulum?

Senin, 5 Mei 2025 - 13:50 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Ganti Menteri, Kenapa Harus Ganti Kurikulum? (Sumber: Frensia Grafis)

Gambar Ganti Menteri, Kenapa Harus Ganti Kurikulum? (Sumber: Frensia Grafis)

Oleh: Silfi Ariani*

Frensia.id-Selamat belajar dengan program baru Deep Learning…” Begitu kalimat di sebuah baliho sekolah yang sempat membuat saya berhenti, membaca, dan berpikir. Sebagai guru dan juga mahasiswa S3 di bidang Teknologi Pendidikan, saya merasa tergelitik: apakah ini kurikulum baru lagi? Apakah kita sedang menyaksikan tradisi lama yang terus berulang—ganti menteri, ganti kurikulum?

Kurikulum: Konsep Dasar yang Terus Diotak-atik

Kurikulum sejatinya bukan sekadar daftar mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dikuasai siswa. Ia adalah rencana pendidikan yang dirancang dengan penuh pertimbangan—menyangkut standar kompetensi, isi, metode, hingga evaluasi pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (2002:91), kurikulum mencakup rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki siswa, pengalaman belajar, dan aturan-aturan yang membantu siswa mengembangkan potensinya pada satuan pendidikan tertentu. Dalam konteks internasional, kurikulum berasal dari kata curere yang berarti lintasan perlombaan—sebuah perjalanan belajar dari titik awal hingga pencapaian akhir.

Sayangnya, di Indonesia, kurikulum sering kali menjadi proyek kebijakan yang dibentuk dengan tergesa. Setiap menteri seolah membawa “branding” baru, dengan istilah dan pendekatan yang berbeda, meski esensinya bisa jadi sama. Ini menyebabkan banyak guru merasa terombang-ambing, sibuk menyesuaikan diri dengan dokumen baru daripada fokus memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas.

Deep Learning: Pendekatan, Bukan Kurikulum

Lalu apa sebenarnya deep learning? Ini bukan kurikulum baru seperti yang banyak orang kira. Menurut Abdul Mukti, deep learning adalah pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa memahami ilmu secara mendalam—bukan sekadar menghafal, tetapi membangun pemahaman yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Dalam praktiknya, deep learning mengandalkan metode seperti pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), portofolio, presentasi kelompok, serta pemecahan masalah yang mendorong kolaborasi dan kemandirian siswa.

Baca Juga :  Kematian Agama dan Panggung Derita Buruh

Sebenarnya, pendekatan ini bukan hal baru. Guru-guru sudah lama mengenal dan menerapkan model seperti inquiry learning, problem-based learning, hingga project-based learning. Hanya saja, istilah “deep learning” kini memberi kerangka baru untuk membingkai ulang apa yang selama ini sudah dilakukan. Pendekatan ini berpijak pada tiga prinsip utama: meaningful learning, mindful learning, dan joyful learning. Ketiganya mendorong proses belajar yang relevan, sadar, dan menyenangkan.

Misalnya, dalam pembelajaran Biologi pada topik fermentasi, siswa bisa dilibatkan dalam proyek eksploratif untuk menciptakan produk hasil fermentasi. Dari perencanaan hingga evaluasi, mereka belajar tidak hanya memahami konsep, tapi juga menciptakan sesuatu yang aplikatif dan mungkin kelak bernilai ekonomi. Ini adalah esensi dari pembelajaran bermakna—yang tidak berhenti pada teori, tapi berlanjut hingga praktik dan refleksi

Tantangan Praksis: Pemahaman, Fasilitas, dan Dukungan

Yang menjadi tantangan utama adalah implementasinya. Tidak semua guru memahami konsep deep learning secara utuh, apalagi mampu menerapkannya tanpa dukungan pelatihan yang memadai. Banyak yang masih mengira ini kurikulum baru, padahal ini adalah pendekatan yang harus diintegrasikan ke dalam kurikulum yang ada. Sayangnya, kebijakan pendidikan di tingkat pusat kadang terlalu cepat meluncurkan istilah tanpa memastikan kesiapan di tingkat sekolah.

Baca Juga :  Enaknya Jadi Keluarga Koruptor

Sebagian guru memang sudah menerapkan model pembelajaran mendalam, tapi bagi yang belum, diperlukan pelatihan yang terstruktur dan sistematis. Dan pelatihan ini tidak bisa sekadar bersifat formalitas, melainkan harus menyentuh praktik riil di kelas. Sehebat apa pun istilah yang digunakan, jika gurunya belum memahami, maka siswa tidak akan mendapat manfaat maksimal. Sangat disayangkan jika semangat perubahan hanya berhenti pada baliho, tanpa menyentuh ruang kelas.

Menurut Stephens (2023), kurikulum seharusnya mencakup pendekatan pembelajaran dan tujuan yang terencana, bukan hanya isi materi. Sementara Setiawan et al. (2020) menekankan bahwa kurikulum yang baik mampu menghasilkan kepribadian ideal dan bersifat dinamis mengikuti perkembangan zaman. Maka dari itu, deep learning seharusnya bukan slogan sesaat, tapi bagian dari kurikulum yang dipahami sebagai sistem pembelajaran jangka panjang. Bukan sekadar produk baru yang muncul karena menteri baru.

Maka dari itu, sebelum kita menuntut siswa belajar dengan cara yang lebih dalam, lebih sadar, dan lebih bermakna, mari pastikan dulu gurunya juga belajar dengan cara yang sama. Jangan sampai perubahan hanya berhenti pada nama, tanpa menyentuh makna. Pendidikan tidak butuh istilah baru setiap ganti menteri. Yang dibutuhkan adalah kesinambungan, pendalaman, dan pemahaman yang utuh—dari ruang kebijakan hingga ruang kelas.

Penulis : *Silfi Ariani adalah Mahasiswa S3 Teknologi pendidikan Universitas Negeri Surabaya

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Kebangkitan Kretek: Antara Selera Pasar dan Celah Regulasi
Kematian Agama dan Panggung Derita Buruh
Menata Ulang Posyandu
Kartini, Lentera Kaum Kecil
Belajar dari Arsenal dan Real Madrid: Part II
Masa Depan Pendidikan Indonesia: Saatnya Segarkan Kembali Model Oliva
Enaknya Jadi Keluarga Koruptor
Di Liga Champions UEFA, Menang Justru Lebih Melelahkan

Baca Lainnya

Rabu, 7 Mei 2025 - 11:58 WIB

Kebangkitan Kretek: Antara Selera Pasar dan Celah Regulasi

Kamis, 1 Mei 2025 - 16:00 WIB

Kematian Agama dan Panggung Derita Buruh

Selasa, 29 April 2025 - 18:18 WIB

Menata Ulang Posyandu

Selasa, 22 April 2025 - 19:01 WIB

Kartini, Lentera Kaum Kecil

Kamis, 17 April 2025 - 12:29 WIB

Belajar dari Arsenal dan Real Madrid: Part II

TERBARU

Gambar

Regionalia

PC Ansor Kencong Pelantikan di Pendopo, Bupati Jember Bangga

Senin, 5 Mei 2025 - 16:37 WIB