Frensia.id – Hati-hari Korupsi Pra Pemilu marah terjadi di Indonesia. Peneliti yang berafiliasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Muhammad Ali Nur Sidiq dan Mutia Wahyuni, mengupas fenomena merajalela dan lumrah terjadi menjelang pemilu di Indonesia.
Dalam studinya, mereka menyimpulkan bahwa korupsi menjelang pemilu tidak hanya mencederai demokrasi tetapi juga menggerogoti kualitas pelayanan publik dan regulasi pemerintah. Rekomendasi utama dari penelitian ini adalah perlunya revolusi sistem pemilu sebagai langkah mendesak untuk memutus rantai korupsi yang terus mengakar.
Penelitian yang dipublikasikan di Bestuurskunde: Journal of Governmental Studies tahun ini, 2024, menyoroti tingginya biaya logistik yang menjadi salah satu pemicu utama korupsi politik, mulai dari tingkat daerah hingga nasional.
Fenomena “Mega Korupsi Nasional,” istilah yang digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan korupsi besar-besaran yang terjadi sebelum pemilu, menjadi tren yang terus berulang setiap lima tahun sekali. Dengan menggunakan metode analisis canggih seperti Analisis Data Eksploratori dan Model Koreksi Kesalahan Vektor (VECM), penelitian ini memprediksi tren korupsi serupa pada Pemilu 2024 dan 2029.
Penelitian ini mengungkap fakta bahwa demokrasi di Indonesia cenderung berjalan seiring dengan korupsi, baik dalam skala kecil maupun besar. Para kandidat, partai politik, dan bahkan lembaga penyelenggara pemilu sering kali terlibat dalam praktik-praktik korupsi untuk memenangkan suara.
Misalnya, alokasi dana kampanye yang tidak transparan atau penyalahgunaan anggaran negara untuk kepentingan politik menjadi pola umum. Dalam pandangan para peneliti, korupsi politik telah menjadi bagian dari ekosistem politik Indonesia. Tanpa perubahan signifikan, pola ini akan terus membayangi pemilu di Indonesia.
Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa dampak buruk korupsi pra-pemilu tidak hanya berhenti pada periode pemilu, tetapi berlanjut hingga lebih dari dua dekade. Buruknya tata kelola pemerintahan akibat hasil pemilu yang tercemar korupsi berdampak langsung pada menurunnya kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Studi ini mengidentifikasi beberapa akar masalah korupsi politik di Indonesia. Biaya logistik yang tinggi dalam pemilu terbuka menjadi salah satu penyebab utama. Kandidat kerap mengandalkan pendanaan dari pihak-pihak berkepentingan yang kemudian menciptakan konflik kepentingan di masa depan.
Selain itu, regulasi dana kampanye yang lemah memungkinkan praktik politik uang berlangsung secara masif. Pada saat yang sama, penegakan hukum terhadap korupsi politik menghadapi berbagai kendala, mulai dari keterbatasan sumber daya hingga intervensi politik.
Dari hasil simulasi yang dilakukan, guncangan korupsi pra-pemilu terbukti memberikan efek negatif terhadap kualitas pemerintahan terpilih selama lebih dari dua dekade.
Hal ini mencerminkan bagaimana korupsi menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus. Akhirnya, tentu tak pernah ada pemerintahan yang bersih lahir dari proses yang kotor. Korupsi pra-pemilu adalah ancaman nyata bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia,” ungkap Mutia Wahyuni.
Peneliti menyarankan serangkaian langkah untuk mengatasi masalah ini. Pertama, penguatan lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan kejaksaan menjadi prioritas utama. Mereka perlu dilengkapi dengan sumber daya dan independensi yang memadai untuk menangani kasus korupsi tanpa tekanan politik.
Kedua, reformasi sistem pemilu harus dilakukan, termasuk mempertimbangkan subsidi pendanaan kampanye guna mengurangi ketergantungan kandidat pada donatur.
Ketiga, revisi regulasi dana kampanye sangat penting untuk menutup celah yang memungkinkan politik uang terjadi, misalnya dengan membatasi jumlah sumbangan dan meningkatkan transparansi penggunaannya.
Pemerintah dan DPR diharapkan segera merespons rekomendasi ini dengan tindakan nyata. Revolusi aturan pemilu harus menjadi prioritas, terutama menjelang Pemilu 2024. Tanpa langkah konkret, Indonesia akan terus berada dalam bayang-bayang korupsi politik yang mengancam demokrasi dan kesejahteraan masyarakat.
Penelitian ini menggarisbawahi bahwa demokrasi bukan sekadar soal memilih pemimpin, melainkan menciptakan sistem yang bersih, adil, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Korupsi pra-pemilu adalah musuh bersama yang harus diberantas dengan reformasi yang menyeluruh.