Frensia.id- Beberapa hari terakhir, heboh dugaan adanya aksi plagiasi yang dilakukan oleh Prof Kumba Digdowiseiso. Sang guru besar, asal Universitas Nasional (UNAS) Jakarta ini tiba-tiba tenar karena berita tentang tindakan plagiasinya diangkat oleh media besar, seperti tempo, tribun dan lain-lain.
Kabar terbarunya, ia memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAS. Alasanya, sebagai bentuk tanggung jawab akademisnya.
Terlepas dari apapun alasannya, sebenarnya aksi-aksi plagiasi memang marak terjadi di beberapa kampus di Indonesia. Karena itu, penting untuk membaca faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadi tindakan plagiasi di perguruan tinggi?
Untuk menjawab pertanyaan mendasar ini, ada beberapa penelitian yang dapat dijadikan rujukan. Salah satu diantaranya adalah karya Raj Kishor Kampa, Dhirendra Kumar Padhan, Nalini Karna dan Jayaram Gouda.
Mereka menulis riset berjudul, “Identifying the factors influencing plagiarism in higher education: An evidence-based review of the literature“. Terbit di Accountability in Research pada tahun 2024.
Penelitian mereka bertujuan untuk mendalami motivasi di balik perilaku plagiarisme. Kajianya dilakukan pada sejumlah literatur akademik.
Ada sebanyak 166 artikel yang diambil dari database Scopus. Semua literatur yang dikumpulkan tersebut mengungkap alasan umum terjadinya kecurangan akademik di kalangan mahasiswa dan peneliti di berbagai disiplin ilmu di perguruan tinggi.
Melalui telaah literatur yang komprehensif, terungkap bahwa sebanyak 19 penelitian khusus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong perilaku plagiarisme. Ada sejumlah faktor yang berusaha digali secara kuantitatif.
Setidaknya ditemukan 4 hal yang dianalisi yakni masalah jadwal yang padat, beban tugas yang berat, dan kemalasan, ketersediaan mudah terhadap sumber daya elektronikn kurangnya pemahaman tentang cara menulis serta rendahnya sanksi yang diterapkan terhadap pelanggaran akademik.
Hasil gabungan dari empat penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang paling signifikan adalah sebagaimana berikut ini;
Mudahnya Akses Sumber Elektronik
Mereka menilai perkembangan akses literatur atau informasi teknologi mendorong para pelaku untuk mencontek karya yang telah ada. Dalam risetnya, faktor ini memiliki nilai Mean = 3.6 dengan deviasa standar 0.81.
Ketidaksadaran Aturan
Aturan tentang larangan plagiasi tentu telah jelas. Perilaku melanggar hak karya akademik.
Ketidak sadaran akan aturan tersebut diklaim juga menjadi faktor kuat tindakan plagialisme. Dalam riset mereka disebutkan memiliki nilai rata-rata 3.0 dengan deviasi standar 0.89. Jadi sangat signifikan.
Sibuk dan Malas
Faktor terkahir yang teridentifikasi adalah kesibukan dan kemalasan. Nilai mean 2.89, deviaasi standar 1.0. Artinya, faktor ini adalah pendorong utama tindakan plagiarisme.
Temuan mereka ini memberikan wawasan yang berharga dalam pengembangan intervensi dan kebijakan anti-plagiarisme yang efektif bagi institusi akademik.
Diharapkan para administrator pendidikan pembuat kebijakan mampu untuk mendeteksi serta mencegah perilaku tidak jujur dalam lingkungan akademik.