Frensia.id – Hari ini, umat Muslim sedang bergembira merayakan hari raya idul adha, ucapan selamat sangat ramai diberbagai postingan. Berbeda dengan hari raya idul fitri, zakat fitrah menjadi icon kepedulian sesama, idul adha dengan potong kurbannya.
Idul adha oleh masyarakat muslim dikenal dengan sebutan hari raya kurban. salah satu hari besar dalam Islam yang memperingati ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah ketika beliau bersedia mengorbankan putranya, Ismail, sebelum Allah menggantinya dengan domba.
Idu adha atau hari raya kurban ini dimaknai sebagai momen refleksi terhadap makna pengorbanan, ketaatan, dan keikhlasan dalam kehidupan seorang Muslim. Ketika seseorang berkurban, ia memberikan sesuatu yang berharga dari dirinya untuk kepentingan orang lain. Sikap tersebut yang secara langsung mengasikan sikap egoisme.
Raymond Corsini dalam Psikoterapi Dewasa Ini (2003) megungkapkan egoisme berasal dari kata Ego, maknanya persepsi individu mengenai dirinya sendiri yang berpengaruh pada tindakannya. Ego adalah pusat kesadaran, proses alami individu gabungan dari pemikiran, gagasan, perasaan, memori dan persepsi sensori.
Hal yang serupa juga diungkapkan Muchele Borba, Pakar Psikologi berkebangsaan Amerika, orang yang egois seringkali berusaha agar segala sesuatu selaras dengan keinginannya tanpa mengindahkan dan peduli dengan perasaan orang lain.
Hentry Sidgwick dalam The Method of Etics (1874) menyebutkan egoisme sikap yang berbanding terbalik dengan utilitarianisme, aliran ini berusaha memaksimalkan kesenangan keseluruhan, sementara egoisme berfokus memaksimalkan kesenangan individu.
Singkatnya, menempatkan kesejahteraan bersama sebagai inferior daripada kepentingan pribadi yang Superior. Sikap yang bertindak liar dan mementingkan diri sendiri tesebut pada tulisan ini disebut binalitas ego.
Dalam konteks binalitas ego, Idul Adha bisa menjadi momen untuk menekan ego pribadi dan memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.
Binalitas ego atau kecenderungan ego untuk bertindak liar dan mementingkan diri sendiri, dapat dikendalikan dengan menghayati makna kurban yang menekankan pengorbanan diri demi kebaikan yang lebih besar.
Melalui tindakan berbagi daging kurban kepada mereka yang membutuhkan, seseorang dapat melatih diri untuk lebih peka terhadap kondisi orang lain, mengurangi sikap egois, dan meningkatkan empati serta rasa syukur. Hari raya ini tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga sarana untuk memperbaiki kualitas diri dan hubungan sosial dengan menekan binalitas ego.
Idul Adha, momentum yang sarat dengan pesan moral dan spiritual, salah satunya adalah menghilangkan binalitas ego. Perayaan ini mempromosikan berbagai kesempatan untuk merefleksikan dan menerapkan nilai-nilai yang dapat membantu mengikis egoisme dan menumbuhkan kepedulian sosial.
Distribudi kenikmatan dengan membagikan daging kurban kepada mereka yang membutuhkan, umat Muslim diajak untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga memikirkan kesejahteraan orang lain. Tindakan ini membantu mengurangi kesenjangan sosial dan menumbuhkan rasa empati.
Idul adha sebagai negasi binalitas atau kecenderungan ego untuk bertindak liar serta mementingkan diri sendiri ini, sejatinya berorientasi manusia mampu menempatkan kesejahteraan bersama sebagai skala superior, sementara kepentingan pribadi pada level Inferior.
Nabi Ibrahim menunjukkan keteladanan dalam mengorbankan hal yang paling berharga bagi dirinya demi kepatuhan kepada Allah. Mengikuti teladan Nabi Ibrahim berarti menumbuhkan sifat-sifat mulia seperti ketaatan, pengorbanan, dan keikhlasan, yang semuanya berlawanan dengan egoisme.
Idul Adha adalah waktu yang baik untuk refleksi diri, merenungkan sejauh mana kepentingan pribadi ditempatkan di atas kepentingan orang lain. Kepentingan keduanya sama-sama harus tercover, hanya saja binalitas ego atau sikap egois harus dibunuh setidaknya dapat diminimalkan. Idul adha sebagai pranti untuk mengendalikan binalitas tersebut.
Terlebih di zaman modern dengan dunia digital yang kian canggih, nilai sekuler dan individualisme semakin dominan, tantangan untuk mengendalikan dan menegasikan binalitas ego semakin besar. Menyelami makna dan spirit idul adha adalah salah satu pirantinya. (*)
* Moh. Wasik (Penggiat Filsafat Hukum dan Anggota Dar Al Falsafah)