Isu Pemakzulan Jokowi Mencuat, Begini Menurut Undang-Undang

Isu Pemakzulan Jokowi
Sejumlah Mahasiswa Membacakan Tuntutan Untuk Pemakzulan Jokowi di Bandung (Foto: Tangkapan Layar Youtube @MetroTV)

Frensia.id – Sejumlah mahasiswa di Jakarta dan Bandung melakukan aksi untuk memakzulkan Presiden Jokowi pada Rabu (07/02).

Aksi demonstrasi ini dilatar belakangi dari akumulasi rasa muak dan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan Jokowi.

Adapun tuntutan yang diinginkan oleh massa aksi diantaranya: boikot parpol yang tidak ikut pemakzulan Presiden Jokowi, desak para menteri mundur dari kabinet Jokowi-Ma’ruf, serta menyerukan protes di berbagai daerah di seluruh Indonesia, hingga Presiden Jokowi dimakzulkan. 

Selain itu, sejumlah isu yang disuarakan dalam aksi tersebut, diantaranya adalah soal kecurangan pemilu, korupsi, kolusi dan nepotisme, konflik agraria, monopoli sumber daya alam, lingkungan, biaya pendidikan dan kesehatan yang mahal, kebebasan sipil, keadilan ekonomi dan gender, kekerasan aparat dan produk hukum bermasalah.

Lantas, bagaimana peraturan di Indonesia mengatur tentang pemakzulan Presiden? Bisakah Jokowi dimakzulkan?

Menurut Pasal 7A UUD 1945, presiden dapat dimakzulkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) jika terbukti melakukan pelanggaran hukum.

Pelanggaran hukum yang dimaksud dapat berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.

Proses pemakzulan presiden diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Selanjutnya, ada empat faktor yang harus dipenuhi agar MPR dapat memakzulkan presiden dan wakil presiden, yaitu:

Pertama, adanya usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang didasarkan pada hasil penyelidikan dan/atau penyidikan oleh lembaga yang berwenang.

Kedua, adanya persetujuan dari Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti secara sah melakukan salah satu perbuatan yang dapat dikenakan pemakzulan.

Ketiga, adanya persetujuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa perbuatan yang dilakukan oleh presiden dan/atau wakil presiden telah merugikan keuangan negara.

Keempat, adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bahwa perbuatan yang dilakukan oleh presiden dan/atau wakil presiden bertentangan dengan kepentingan daerah.

Jika keempat faktor tersebut terpenuhi. Maka, MPR dapat menggelar sidang istimewa untuk memutuskan apakah akan memakzulkan presiden dan/atau wakil presiden atau tidak.

Keputusan MPR harus diambil dengan suara setuju lebih dari dua pertiga dari jumlah anggota MPR yang hadir dalam sidang.

Jika MPR memutuskan untuk memakzulkan presiden dan/atau wakil presiden, maka jabatan tersebut akan diisi oleh pengganti sesuai dengan ketentuan UUD 1945.

Akhirnya, berdasarkan ketentuan tersebut apakah isu yang mencuat hari dapat dijadikan dasar untuk memakzulkan Jokowi? Biarkan bom waktu yang akan menjawabnya.