Frensia.id- Pada 2016, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan perubahan yang signifikan setelah menghadapi berbagai tantangan pada awal masa kepemimpinannya.
Eve Warburton dalam Buletin Studi Ekonomi Indonesia mencatat bahwa Jokowi mengalami kesulitan selama tahun pertama pemerintahannya akibat parlemen yang terpecah, ketegangan dalam kabinet, serta perselisihan di internal partainya sendiri. Kondisi ini sempat menyebabkan popularitasnya menurun drastis.
Namun, dengan kemampuan politik yang terus berkembang, Jokowi berhasil memperluas koalisi pemerintahannya dan memperkuat posisi politiknya.
Pada tahun 2016, ia mencapai titik di mana pemerintahannya stabil, dan dukungan publik pun melonjak hingga mencapai hampir 70%. Stabilitas politik ini menjadi momentum bagi Jokowi untuk mengarahkan fokus pada agenda besar pemerintahannya.
Warburton berpendapat bahwa di tahun ini pula muncul bentuk baru dari “pembangunanisme” yang menjadi ciri khas Jokowi. Kebijakan pemerintah mulai berpusat pada pembangunan infrastruktur secara masif dan deregulasi ekonomi.
Kedua hal ini dijadikan prioritas utama, sedangkan isu-isu pemerintahan lainnya diposisikan di bawah kepentingan pembangunan tersebut. Dalam beberapa hal, pendekatan ini mencerminkan kebijakan pembangunan di masa lalu, terutama dalam hal konservatisme dan nasionalisme yang kuat.
Misalnya, percepatan pembangunan infrastruktur sering kali dianggap sebagai salah satu langkah untuk memperkuat kemandirian ekonomi bangsa, sejalan dengan semangat pembangunan nasional yang diusung pada masa-masa sebelumnya.
Meski demikian, Warburton menyoroti bahwa strategi pembangunan yang diterapkan oleh Jokowi tidak sepenuhnya koheren dan terencana matang. Banyak kebijakan yang muncul secara ad hoc, yakni sebagai respons langsung terhadap situasi yang berkembang, tanpa adanya visi jangka panjang yang solid.
Pengambilan keputusan yang bersifat pragmatis ini mencerminkan gaya kepemimpinan Jokowi yang cenderung fleksibel dan tidak terikat oleh ideologi tertentu. Namun, di balik pendekatan yang terkesan tidak terstruktur ini, terdapat pola yang lebih mendalam, yaitu pengaruh dari struktur sosial-politik Indonesia yang telah mengakar.
Warburton berpendapat bahwa kebijakan pembangunan Jokowi sebenarnya dipengaruhi oleh dinamika sosial dan politik yang sudah lama ada di Indonesia. Meskipun Jokowi berupaya untuk membentuk Indonesia yang lebih modern melalui pembangunan infrastruktur, banyak aspek dari pendekatan ini yang masih terikat pada pola lama.
Dengan kata lain, pembangunanisme ala Jokowi, meskipun tampak baru dan pragmatis, pada kenyataannya merupakan kelanjutan dari tradisi pembangunanisme Indonesia yang memiliki akar konservatif dan nasionalis, yang pernah mendominasi kebijakan ekonomi Indonesia di masa lalu.