Jokowi Soroti Pentingnya Transisi Energi Hijau, Peneliti Sebut Tidak Ada Kepastian Hukum Bagi Investasi

Jokowi saat wawancara bersama awak Media usai Puncak Harlah Pancasila di Kota Dumai (Sumber: setneg.go.id)

Frensia.id – Puncak Upacara Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2024 digelar di Lapangan Garuda PT Pertamina Hulu Rokan, Kota Dumai, Provinsi Riau.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Presiden Jokowi dalam sambutannya pada acara yang diinisasi oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) penentuan lokasi acaranya menekankan pentingnya untuk mempercepat transisi energi hijau.

“Pertamina dan PLN harus terus mengembangkan energi hijau yang meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, yang menyejahterakan masyarakat bawah, yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila”, tutur Jokowi.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, hal tersebut sebagai bagian dari upaya global dan nasional untuk menghadapi tantangan lingkungan dan mengomptimalkan penggunaan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia untuk energi terbarukan.

“Maka dari itu, transisi energi hijau harus dilanjutkan secara bertahap dan berkeadilan”, lanjutnya.

Akan tetapi, selain keadilan dalam tujuan hukum selalu bergandengan kepastian hukum. Sehingga mestinya Jokowi juga menekankan adanya kepastian hukum. Hal ini nyatanya oleh beberapa peneliti menjadi masalah dalam memanfaatkan atau pengembangan sumber energi terbarukan.

Pertama, penelitian dilakukan oleh Agustina Supriyani dan M. Hawin yang berjudul “Kepastian Hukum Bagi Investasi di Sektor Pembangkit Listrik yang Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan” yang menyimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan penanaman modal di bidang pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan belum mencerminkan adanya jaminan kepastian hukum, karena menghadapi berbagai persoalan hukum yang berpotensi ketiadaan kepastian hukum.

Hal tersebut dilihat dari adanya ketidaksesuaian antara investment treaty dengan Undang-Undang Penanaman Modal dan antara peraturan perundangan yang tingkat hierarkinya lebih rendah dengan peraturan yang lebih tinggi, terdapat ketentuan dalam perundangan yang berpotensi sebagai tindakan ekspropriasi terselubung dan pelanggaran terhadap Legitimate Expectation hak kepemilikan penanam modal.

Selain itu, adanya penerapan norma baru yang tidak memenuhi asas-asas pembentukan perundang-undangan yang baik menurut Undang-Undang Pembentukan Perundang-undangan, dan adanya peraturan menteri yang berganti-ganti dalam waktu yang relatif singkat terkait bidang pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Elfina dan Zulfikar yang berjudul, “Kepastian Hukum Jaminan Investasi Energi Terbarukan Panas Bumi Dalam Pengembangan Energi di Indonesia”.

Dalam hasil kajian yang dimuat dalam jurnal Lati Jajar Law Review Vol. 2 No.2 Tahun 2023 menemukan bahwa pengaturan investasi panas bumi energi terbarukan dalam pengembangan energi di Indonesia adalah melalui kebijakan insentif fiskal dari pemerintah dalam pengusahaan panas bumi, antara lain Fasilitas Tax Allowance, Fasilitas Bea Masuk, dan Insentif Pendanaan.

Kepastian hukum dalam peraturan perundang-undangan terkait investasi panas bumi energi terbarukan dalam pengembangan energi di Indonesia, dapat dilihat dari pengaturan mengenai EBT yang sebenarnya sudah ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Berbagai regulasi dinilai belum mengakomodir kepentingan kepastian Power Purchase Agreement (PPA). Konsekuensinya, investasi di sisi eksplorasi panas bumi rentan karena belum ada kepastian hukum PPA dari PLN.