Frensia.id – Ibu adalah bidadari yang Allah turunkan di muka bumi ini. Cinta seorang ibu adalah cerminan dari cinta Allah — meski cinta/rahmat Allah melebihi segalanya–, cinta yang tanpa syarat dan tidak pernah berakhir.
Membalas cintanya tentu tidak akan pernah sama, sebab itu sebagai anak harus berusaha mengamini permintaanya sekalipun diluar nalar, senyampang tidak menyalahi larangan Allah.
Sejarah telah mencatat seorang anak yang memiliki keterbatasan namun tidak mengurangi cinta dan baktinya pada ibunya, ia adalah Uwais Al-Qarni.
Syaikh Muhammad Sa’id Nursi, ulama penghafal 86 kitab dan terkenal tokoh pembaharu Islam asal Turki dalam Tokoh-tokoh besar Islam Sepanjang Sejarah menyebutkan, Uwais al-Qarni nama lengkapnya Uwais bin Amir bin Jaza’bin Malik al-Qarni. Qarn merupakan salah satu keluarga dari bani Murad di Yaman.
Sebagai orang yang sangat berbakti kepada orang ibunya, Uwais Al-Qorni selalu memenuhi segala permintaan ibunya. Termasuk permintaan yang berat baginya, ketika ibunya meminta mengerjakan ibadah haji.
Bagi Uwais al-Qarni permintaan sang ibu tentu berat, mengingat radius Mekkah yang jauh, melewati padang tandus dan panas. Selain butuh transportasi juga dibutuhkan bekal yang banyak, sedangkan ia tergolong miskin, dalam batas penalaran yang wajar tentu tidak mungkin.
Sebagai anak yang berbakti, tidaklah menjadi penghalang. Dimana ada kemauan disitulah ada jalan. Ungkapan yang pas menggambarkan kegigihan Uwais al-Qarni. Untuk mewujudkan mimpi ibunya, Uwais al-Qarni setiap hari berlatih mengendong lembu ke atas bukit.
Ia lakukan selama 8 bulan lamanya, tidak sedikit orang menilai yang dilakukan Uwais al-Qarni itu aneh bahkan mengatakan gila. Setelah ia lakukan berhari-hari lembu yang gendong ke kandangnya diatas bukit semakin besar, begitu pula otot Uwais al-Qarni bertambah kuat.
Disinilah orang yang dulunya mengatakan gila dan aneh baru paham. Kegiatan rutinnya itu sebagai sarana latihan untuk menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah.
Uwais al-Qarni menempuh perjalanan yang sangat jauh mengendong ibunya menunaikan rukun Islam yang kelima. ia berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di ka’bah. Melihat Baitullah dihadapannya, ibu Uwais al-Qarni menangis bahagia.
Di hadapan Baitullah, Uwais al-Qarni dan sang ibu tercinta menengadahkan tangan berdoa.
“Ya Allah, ampuni semua doa ibu” Doa Uwais al-Qarni
Ibunya bertanya penuh keheranan “Bagaimana dengan dosamu?”
“Dengan diampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang membawaku ke surga.” Jawab Uwais al-Qarni .
Sebuah dialog yang sangat indah, anak mendoakan ibunya sedangkan ibu dengan perhatiannya ingin anaknya mendoakan dirinya. Itulah cinta, meniadakan keinginan diri demi yang dicintainya.
Cinta ibu pada anaknya digambarkan dengan indah oleh D. Zawawi Imron, penyair terkemuka di Indonesia asal Pulau garam Madura dalam puisinya berjudul Ibu.
Ia menyebutkan ibu adalah gua pertapaanku, bila kasih ibu ibarat samudera sempit lautan teduh. (*)
*Moh. Wasik (Anggota LKBHI UIN KHAS Jember, Penggiat Filsafat Hukum)