KH. Achmad Siddiq : NU dan Hak Berpolitik

Kamis, 1 Februari 2024 - 05:31 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Gus Mus dalam sambutannya sebagai Mustayar PBNU pada acara pembukaan konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta tempo lalu menuturkan bahwa tugas NU bukan urusan memenangkan pilpres tapi memenangkan Indonesia.

“Urusannya NU itu memperbaiki kinerja, memenangkan Indonesia, bukan memenangkan capres” Tutur tegas Gus Mus.

Dari saking pentingnya pernyataan itu Gus Mus dengan gaya khasnya yaitu penyampaian yang humor namun mengandung pesan yang tegas, Gus Mus hendak meninggalkan acara Konbes dan halaqah tersebut jika sambutan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU berbicara pilpres.

“Saya ini sudah ketir-ketir. Ketika ketua Umum pidato, Rais Aam pidato, jangan-jangan nyinggung Pilpres, saya keluar. Itu Bukan urusannya NU” Terang Gus Mus. Dalam sambutannya itu Gus Mus turut mendoakan Indonesia, Nahdlatul Ulama, Warga NU dan bangsa Indonesia semoga dirahmati Allah.

Pernyataan Gus Mus itu hendak mengingatkan kepada pengikut Nahdaltul Ulama dan — khusussnya– pengurus Nahdlatul Ulama yang memiliki peran menggerakkan NU secara struktur untuk selalu istiqomah di jalur politik kebangsaan bukan politik praktis.

Ajakan semacam ini tidaklah baru di tubuh Nahdlatul Ulama, jauh sebelum itu para kyai NU sudah senantiasa mengingatkan ketidakketerlibatannya dalam politik praktis. Salah satu kyai dikalangan Nahdlatul Ulama yang hingga saat ini menjadi rujukan adalah khittah Nu 26 KH. Achmad Siddiq

Baca Juga :  Fatayat NU, Geliat Perempuan dan Wajah Keadilan

Gus Mus menyaksikan gagasan kembali ke khittah 26 ini baru bisa diputuskan karena pikiran brilian serta pribadi yang bersih penuh kharisma KH. Ahmad Siddiq dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Dalam naskah “pemulihan Khittah Nahdlatul Ulama 1926”, KH. Ahmad Siddiq menegaskan Nahdlatul Ulama adalah jam’iyah islamiyah yang didirikan oleh para ulama yang memiliki kesamaan wawasan keagamaan yakni wawasan ahlussuannah waljama’ah. Jam’iyah ini diridikan untuk menjadi wadah mempersatukan diri dan langkah didalam melakukan tugas memelihara, melestarikan mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah waljamaah.

Kaitannya dengan politik, bagi KH. Achmad Siddiq Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyah islamiyah tidak anti politik. Menurutnya hak berpolitik adalah satu hak asasi seluruh warganya, termasuk warga negara yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama. Namun Nahdlatul Ulama bukanlah wadah kegiatan berpolitik praktis.

Bahkan menurutnya Nahdlatul Ulama menghargai warga negara yang menggunakan hak politiknya secara baik dan bersungguh-sungguh. Perhatian KH. Achmad Siddiq tersebut cukup brilian yakni NU mengapresiasi warga negara yang menggunakan hak suaranya dalam kontestasi politik, ada semacam ajakan untuk tidak goplut dan menggunakan hak politiknya dengan benar. Hanya saja bagi KH. Achmad Siddiq penggunaan hak politik harus dilakukan dengan perundang-undangan, sesuai dengan kaidah agama dan moral luhur sehingga simultan dengan itu tercipta budaya politik yang sehat.

Bahkan, menurutnya Nahdlatul Ulama memberikan kebebasan penuh kepada warganya untuk masuk atau tidak masuk suatu organisasi politik yang manapun dan menyalurkan aspirasi politiknya melalui organisasi politik pilihannya itu, selama dipandang bermanfaat dan tidak merugikan Islam dan perjuangan umat Islam.

Baca Juga :  Meluruskan Makna Kemanusiaan

Gagasan tersebut manarik sebab bagi KH. Achmad Siddiq NU tidak membatasi warganya untuk bergabung dengan organisasi apapun itu senyampang mengandung kemaslahatan dan tidak merugikan perjuangan umat Islam termasuk perjuangan NU. Namun dalam konteks ini ada rumusan khusus yang harus diperhatikan.

Keterbukaan warga NU terlibat dalam organisasi politik sebagaimana gagasan KH. Achmad Siddiq diatas semakin mengkonfirmasi bahwa NU tidak anti politik. Hanya saja memang sudah ditegaskan dalam khittah yang dirumuskan oleh KH. Achmad Siddiq dan kyai lainnya bahwa sebagai organisasi, NU tidak terlibat politik praktis, NU sebagai jam’iyah diniyah ijtima’iyah yang memperjuangkan cita-cita luhur sejak dan sebagaimana pendirinya.

Maklum dan mafhum jika Gus Mus dalam pembukaan Konbes NU yang menjadi bagian dari rangkaian hari lahir ke 101 NU menegaskan tugas NU adalah memenangkan Indonesia. Semangat NU untuk menangkan Indonesia ini senyawa dengan tujuan nahdlatul ulama sebagaimana tertuang dalam AD/ART Pasal 8 pasal 1 “Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan/jam’iyah diniyyah Islamiyah ijtima’iyyah (perkumpulan sosial keagamaan Islam) untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat manusia ”

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Fatayat NU, Geliat Perempuan dan Wajah Keadilan
Meluruskan Makna Kemanusiaan
Koruptor, Musuh Agama dan Kemanusiaan
Lebaran: Subjek Bebas yang Memaafkan
Lima Jawaban Elegan Untuk Pertanyaan Sensitif Saat Lebaran
Karpet Merah untuk TNI, Kuburan bagi Reformasi
Post Globalization Militarism: Kajian Interdisipliner tentang Hegemoni Ekonomi, Polarisasi Sosial, dan Tatanan Militerisme Dunia 
Negara atau Rentenir? STNK Mati, Motor Ikut Pergi

Baca Lainnya

Kamis, 24 April 2025 - 21:45 WIB

Fatayat NU, Geliat Perempuan dan Wajah Keadilan

Jumat, 18 April 2025 - 06:34 WIB

Meluruskan Makna Kemanusiaan

Rabu, 16 April 2025 - 06:32 WIB

Koruptor, Musuh Agama dan Kemanusiaan

Rabu, 2 April 2025 - 13:20 WIB

Lebaran: Subjek Bebas yang Memaafkan

Selasa, 1 April 2025 - 08:23 WIB

Lima Jawaban Elegan Untuk Pertanyaan Sensitif Saat Lebaran

TERBARU

Babi hutan liar saat sudah diburu warga (Sumber foto: istimewa)

Regionalia

Pasutri di Jember Diseruduk Babi Hutan Liar Saat Mandi

Jumat, 25 Apr 2025 - 17:19 WIB

Opinia

Fatayat NU, Geliat Perempuan dan Wajah Keadilan

Kamis, 24 Apr 2025 - 21:45 WIB