Frensia.id – KH Musleh Adnan menegaskan bahwa Pondok Pesantren Nurul Jadid tidak hanya melahirkan pejabat, tetapi juga mencetak lulusan yang ahli dalam bidang agama, terutama dalam penguasaan kitab kuning. Pernyataan ini ia sampaikan saat mengisi acara Haul Masyayikh dan Harlah ke-76 Pondok Pesantren Nurul Jadid, 26/01/2025.
KH Musleh Adnan, penceramah asal Pamekasan yang dikenal humoris, merupakan salah satu alumni pesantren tersebut. Dalam ceramahnya, ia menyoroti bahwa Pesantren Nurul Jadid memiliki sistem pendidikan yang beragam, sehingga lulusannya tidak hanya berkiprah di dunia politik, tetapi juga menjadi pendakwah dan ulama yang berpengaruh di masyarakat.
Ia mencontohkan dirinya sendiri sebagai salah satu lulusan yang kini aktif berdakwah di berbagai daerah.
Ia juga menyinggung berbagai program pendidikan yang ada di Pesantren Nurul Jadid, termasuk program Madrasah Aliyah Khusus (MAK), yang dulu dikenal sebagai MAPK.
Program ini, menurutnya, telah banyak melahirkan tokoh agama yang memiliki pemahaman mendalam tentang hadis, akhlak, dan ilmu keislaman.
Beberapa nama yang ia sebut dalam ceramahnya antara lain Muhaimin Kamal yang kini berada di Kudus dan Khaironi Hidayat yang menjabat sebagai Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Banyuwangi.
KH Musleh juga menceritakan pengalaman masa belajarnya di pesantren tersebut, termasuk saat menghadapi ujian lisan yang dinilai langsung oleh para kiai. Salah satu yang paling berkesan baginya adalah pengajaran dari KH Abdul Haq Zaini, ayahanda Wakil Bupati Probolinggo.
Menurutnya, KH Abdul Haq Zaini memiliki metode pengajaran yang tegas, salah satunya dengan memberikan peringatan keras agar santri tidak menyontek dalam ujian.
“Yang paling hebat, tapi paling kami takuti adalah, abahnya, Wakil Bupati Probolinggo (KH Abdul Haq Zaini). Ngajar hadis Jawahirul Bukhari, ketika itu beliau nulis, ada suruhan dari beliau di perintah,
ini sampaikan di kelas ini, “Jangan menyontek!”,” kenangnya.
Dalam gaya khasnya yang humoris, KH Musleh Adnan menyebut bahwa keberhasilan pesantren dalam melahirkan tokoh agama merupakan sebuah ‘kecelakaan’ yang membahagiakan.
Ia menyindir bahwa di antara ribuan santri yang menempuh pendidikan di Pesantren Nurul Jadid, sekitar 300 santri mengalami ‘kecelakaan’ dalam arti positif, yaitu menjadi ulama dan pendakwah.
“Akhirnya, dari sekian ribu santri, ada sekitar 300 yang ‘kecelakaan’ dari program ini,” ujarnya sambil tersenyum.
Ia menutup ceramahnya dengan harapan bahwa meskipun banyak santri yang ‘kecelakaan’ dalam arti menjadi ulama dan pendakwah, mereka tetap mendapatkan berkah dari para kiai dan mampu membawa manfaat bagi masyarakat luas.
Menurutnya, Pesantren Nurul Jadid akan terus berkontribusi bagi bangsa, baik melalui lulusan yang menjadi pejabat maupun mereka yang berdedikasi di bidang keagamaan.
“akhirnya pondok ini, bukan hanya menjadi orang-orang di pejabat-pejabat tertentu, tapi ada orang yang bisa ngurusi di masyarakat di bawah, yang bagian kecelakaan-kecelakaan ini. Semoga walaupun kecelakaan,dapat berokahnya para Kyai.,” pungkasnya.