Frensia.id – Sebagai manusia ada atribusi yang melekat dan tidak bisa lepas, ia sebagai hamba Tuhan. Sebagai makhluk dan ciptaan-Nya manusia harus benar-benar tunduk dan patuh atas segala titahnya.
Tidak ada tujuan lain tuhan menciptakan golongan jin dan manusia kecuali hanya taat dalam beribadah pada-Nya. Seorang muslim yang taat, mereka tentu saja menginginkan terus menghamba kepada Allah swt dengan sebaik-baiknya baik pada akumulasi kuantitas ibadah dan kualitas dari ibadah itu sendiri.
Itulah atribusi dan misi seorang muslim, ia sebagai hamba (abdullah) yang senantiasa taat dan patuh pada-Nya.
Penting untuk disadari bersama, ketaatan kita kepada Allah bukan karena Allah butuh untuk disembah. Justru sebaliknya, manusia menyembah dan taat kepada Allah karena kita sebagai manusia yang butuh menyembah-Nya.
Sekalipun manusia dilengkapi nafsu yang mendorong untuk semakin jauh radius ketaatan pada-Nya. Namun manusia harus berusaha dekat dan taat layaknya malaikat yang senantiasa berada dalam ketaatan pada Rabbnya.
KH. Cholil Nafis, Lc., Ph.D dalam karyanya Menyingkap Tabir Puasa Ramadhan menyebutkan gambaran manusia memiliki sifat malaikat ini sebenarnya sudah diulas oleh Imam Al-Ghazali dalam kimia’ al-sa’adah. Menurut ulama berjuluk hujjatul islam tersebut manusia terdiri tiga sifat, sifat ketiga manusia adalah sifat malakutiyah (malaikat).
Malaikat adalah makhluk Allah yang paling taat. Mereka tidak dikaruniai nafsu. Maka tugas utama mereka adalah menjalankan apa yang Allah perintahkan, dan menjauhi apa yang Allah larang (Qs: Al-Tahrîm/66: 6).Malaikat adalah makhluk spiritual, makhluk yang terbuat dari unsur-unsur kebaikan.
Maka ketika manusia mampu bersikap dan berperilaku seperti layaknya malaikat, maka akan terpancar dalam hidupnya sebagai orang yang memiliki cahaya kebaikan dan spiritual yang tinggi.
Mungkinkah manusia bisa menggapai sifat malakutiyah ini sedangkan dalam diri manusia ada anasir nafsu dan malaikat sendiri tidak memiliki nafsu? Tentu bisa, bahkan manusia bisa melebihi malaikat seperti Rasulullah saw.
Tentu itu hanya spesial untuk Rasulullah saw, jika tidak bisa persis dengan malaikat setidaknya mendekati bagaimana ketaatan malaikat pada Allah swt. Salah satu piranti atau sarana untuk menggapai sifat malakutiyah (malaikat) ini adalah puasa Ramadhan.
Lapar (al-ju’u) — seperti pada puasa Ramadhan — salah satu pilar spritualitas yang dilakoni para sufi. Imam Al-Ghazali menuturkan waktu yang tersita berkaitan dengan makanan bisa diisi dengan ketaatan dan beribadah kepada Allah seperti berdzikir.
Berzikir dan bertasbih ini adalah kebiasaan malaikat. Disinilah dengan Ramadhan ada sarana mengantarkan manusia pada sifat malakutiyah