Frensia.id- Kitab Al Risalah merupakan salah satu center sumber para intelektual ahli fiqh yang hingga saat ini menjadi yang utama. Kitab ini merangkum seluruh pemikiran cara istimbath hukum Islam.
Menurut Prof Aqil Sirajd, keberadaan Al Risalah tentu dianggap sebagai buku pertama yang penting dibaca orang yang ingin memahami ilmu fiqh atau metodenya. Tidak heran, jika hingga dewasa ini isinya masih dibaca terus sebagai basis pemahaman para cendekiawan fiqh hingga saat ini.
Secara kronologis, semuanya berasal dari perdebatan atau polemik tentang masyarakat yang mengalami kondisi dilematis. Mereka mengalami kebingungan dalam strategi pengembangan fiqh yang sesuai perkembangan zaman.
Dikisahkan, dalam video yang diupload akun Youtube @Akang Pejuang Alif,19/04/2022, Pada suatu masa, di zaman Imam Syafi’i, terdapat seorang Gubernur dari Asia Tengah bernama Abdurrahman Al-Mahdi. Ia gelisah, merasakan kekosongan dalam pemahamannya akan Islam, meski telah menelaah Al-Qur’an dan Hadits dengan seksama. Dalam kegundahannya, ia menulis sepucuk surat kepada Imam Syafi’i, berharap mendapatkan pencerahan yang dapat menyinari kekalutan hatinya.
Imam Syafi’i, dengan kebijaksanaan yang mengalir dari ketenangan jiwanya, memanggil murid setianya, Robi’ bin Sulaiman Al-Muradi. “Tulis,” ujar beliau dengan lembut, dan dimulailah lembar demi lembar pesan itu.
Kata-kata Imam Syafi’i mengalir bak sungai yang menuntun menuju lautan ilmu, hingga surat tersebut mencapai 300 halaman panjangnya.
Surat inilah yang kemudian dikenal sebagai Al-Risalah, karya monumental yang menggoreskan sejarah kelahiran ilmu Ushulul Fiqh. Ia bukan hanya jawaban atas pertanyaan seorang gubernur, tetapi mercusuar bagi siapa saja yang mengarungi samudera hukum Islam, memberikan arah dalam menyelami makna terdalam dari Al-Qur’an dan Hadits.
Kitab ini kemudian memberikan penjabaran bahwa untuk benar-benar memahami Islam, langkah pertama adalah menggali Alquran, yang merupakan penjelasan langsung dari Allah. Namun, perlu diingat bahwa Alquran terdiri dari berbagai jenis ayat yang memerlukan pemahaman mendalam.
Ada ayat yang jelas dan tegas, serta ayat yang bisa memiliki makna berbeda-beda tergantung konteksnya. Beberapa ayat bersifat umum dan berlaku untuk semua situasi, sementara yang lain mungkin lebih spesifik atau membatasi makna dari ayat sebelumnya.
Selain itu, ada ayat yang berbicara secara literal dan ada juga yang menggunakan bahasa kiasan. Beberapa ayat mungkin menggantikan atau menghapus hukum yang tercantum dalam ayat lain.
Jika setelah mempelajari Alquran, jawaban yang dicari belum ditemukan atau belum cukup jelas, langkah berikutnya adalah merujuk pada Hadits Nabi Muhammad SAW. Hadits ini adalah penjelasan tambahan yang diberikan oleh Nabi untuk memperjelas atau menjelaskan aspek-aspek tertentu dari ajaran Islam.
Hadits juga bervariasi dalam kekuatan dan keotentikannya. Ada Hadits yang sangat kuat dan diterima luas karena diriwayatkan oleh banyak orang, ada yang dikenal tetapi tidak sebanyak yang pertama, dan ada juga yang jarang tetapi masih memiliki kekuatan signifikan. Beberapa Hadits mungkin lebih lemah dalam segi keaslian dan membutuhkan penilaian lebih lanjut.
Selanjutnya, Jika setelah mempelajari Alquran dan Hadits Anda masih belum menemukan jawaban yang memadai, langkah berikutnya adalah menggunakan pemikiran rasional untuk menentukan hukum. Metode ini dikenal sebagai bayan ‘aqli.
Dalam konteks ini, jika para ulama sepakat mengenai suatu masalah, konsensus tersebut disebut ijma’. Ijma’ merupakan kesepakatan kolektif dari para ahli yang menunjukkan adanya kesamaan pandangan setelah melalui diskusi dan pertimbangan mendalam.
Namun, jika tidak ada konsensus yang jelas tetapi seorang ahli mampu menarik kesimpulan dengan menggunakan analogi dan pemikiran rasional, maka metode yang digunakan adalah qiyas. Qiyas melibatkan perbandingan antara kasus yang baru dengan kasus yang telah ada hukumannya, berdasarkan kesamaan atau perbedaan yang relevan.
Ada berbagai cara untuk menerapkan qiyas, termasuk menggunakan analogi mendalam atau perbandingan yang lebih sederhana.
Hasil dari penggunaan ijma’ dan qiyas membentuk ilmu fiqh, yaitu pengetahuan hukum Islam yang berkembang dari pemikiran dan interpretasi para ulama.
Sebagai contoh, Alquran memerintahkan untuk mendirikan sholat tetapi tidak menjelaskan rincian seperti jumlah sholat, waktu, dan rakaatnya. Informasi ini lebih jelas ditemukan dalam Hadits, yang menjelaskan waktu sholat seperti Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh, serta jumlah rakaat yang harus dilakukan. Namun, detail tentang syarat dan rukun sholat tidak secara spesifik disebutkan dalam Hadits dan sering kali dijelaskan dalam buku fiqh yang ditulis oleh ulama berdasarkan interpretasi mereka dari sumber-sumber utama Islam.
Dengan cara ini, pemahaman tentang ajaran Islam melibatkan kombinasi teks-teks suci, konsensus ulama, dan analisis rasional untuk membangun kerangka hukum yang lengkap dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.
Secara historis sebenarnya, ternyata penyusunan kitab ini juga atas dorongan pemerintah yang berkuasa kala itu atau dalam bahasa sekarang disebut pemerintah.